Judul Buku: Deadline Your Life! (Ingat Mati Agar Hidup Lebih Berarti)
Penulis: Sholikhin Abu Izzuddin
Penerbit: Pro-U Media –Yogyakarta
Cetakan: 1, Juli 2011
Tebal: 322 Halaman
Penerbit: Pro-U Media –
Cetakan: 1, Juli 2011
Tebal: 322 Halaman
dakwatuna.com – Perbanyaklah
mengingat penghancur kelezatan-kelezatan, yaitu kematian (HR Tirmidzi No 230,
Shohihul Jami’ no. 1210)– Deadline Your Life Halaman 101.
Membicarakan mati, seperti tak ada habisnya. Ia bisa kita
diskusikan dari berbagai macam perspektif. Apa saja, semau kita. Salah satunya
adalah perspektif Islam dalam memandang kematian. Ini merupakan perspektif
terbaik dan terlengkap dibanding perspektif lain.
Hal itulah yang dilakukan oleh ‘motivator sejuta umat’,
Sholikhin Abu Izuddin dalam membahas kematian. Dengan kepiawaiannya mengolah
kata bersajak, buku setebal 322 halaman ini serasa sangat renyah untuk
dikunyah. Tidak perlu mengerutkan dahi, hanya perlu menyiapkan
sunggingan-sunggingan senyum di setiap jenak buku ini. Beliau akan membuat kita
untuk mengangguk setuju dan kemudian bergegas untuk mengukir prestasi.
Mati, sebagaimana kita pahami bersama
merupakan kepastian paling pasti dari kehidupan yang kita jalani. Ia merupakan
dua mata pisau yang berbeda, tergantung dari mana kita memakainya. Bagi seorang
fajir, yang bergelimang dosa, mati tentu saja merupakan sebuah monster yang
sangat menakutkan. Golongan ini sangat takut akan datangnya mati. Jangankan
untuk membicarakan mati, mengingat saja mereka enggan. Yang masuk dalam
golongan ini, salah satunya adalah mereka yang sangat mencintai dunia. Mereka
menganggap bahwa dunia ini adalah yang terakhir. Dunia ini adalah tempat
bersenang-senang, sesuai nafsu mereka. Padahal sejatinya tidak! Dunia ini
adalah ladang yang mesti kita garap dan baru bisa kita panen kelak di akhirat.
Bagi seorang mukmin, mati tentu saja
sebuah kata yang sangat menarik dan bisa jadi pada taraf sangat dirindukan.
Sebut saja generasi salaf, generasi terbaik umat ini. Mereka menganggap mati
sebagai sebuah kenikmatan, karena dengan itu mereka bisa bertemu dengan kekasih
sejatinya, Allah Subhanahu wa Ta’alaa. Oleh karena itu, generasi ini termasuk
yang bergegas, berlomba dalam melakukan amal shalih. Mereka tak kenal putus
asa, tidak mau menunda bahkan selalu menangis ketika tertinggal dalam melakukan
amal shalih. Generasi ini, nyaris habis. Meski dalam beberapa kasus, kita masih
bisa mengadakannya, terutama pada diri kita masing-masing. Semoga.
Buku berukuran 12 x 20 cm ini,
akan mengajak Anda untuk terus berkarya, agar kita mati dengan tersenyum. Ya.
Senyum kemenangan sebagai syuhada’. Karena mati itu pasti, tapi bukan itu
esensi utama dari kematian kita. Melainkan bagaimana kita mati, itulah yang
lebih penting dan mesti kita persiapkan. Abu ya’la (Syadad) bin Aus
Radhiyallahu ‘Anhu berkata, Rasulullah bersabda, “Orang yang cerdas adalah
orang yang mengoreksi dirinya dan mempersiapkan amal untuk bekal sesudah mati. Dan
orang yang bodoh adalah yang selalu menurutkan hawa nafsunya dan berangan-angan
kepada Allah” (HR Tirmidzi). Hadits yang terdapat di halaman 80 ini merupakan
sebuah pilihan. Pilihan yang Rasulullah ajukan kepada kita, umatnya, akankah
kita memilih untuk menjadi cerdas dengan mempersiapkan bekal setelah mati, atau
sebaliknya, memilih menjadi orang bodoh dengan menuruti hawa nafsu dan panjang
angan-angan.
Buku yang terbit pertama di bulan
juli tahun 2011 ini, sejatinya hanya terdiri dari 2 bagian. Bagian pertama
tentang perlunya kita mengingat mati. Bagian kedua merupakan langkah yang harus
kita lakukan agar mati kita menjadi berpengaruh. Agar mati yang kita hadapi
kelak menginspirasi bagi generasi-generasi yang kita tinggalkan. Agar mati yang hanya sekali, senantiasa berbekas bagi
diri maupun orang lain.
Bagian pertama buku ini terdiri dari
4 bab meliputi: Deadline Power, Bila Waktu Telah Berakhir, Bagaimana Cara
Memotivasi Diri, dan Mengapa Harus Men-deadline Diri. Masing-masing
Bab dalam buku ini, disertai dengan sub-bab yang akan memudahkan pembaca untuk
menyelami pemikiran penulis. Di bagian pertama ini, penulis menyebutkan
betapa pentingnya kita mengingat mati. Di antaranya agar kita tidak menunda
dalam melakukan kebaikan, menghiasi hari dengan prestasi- sekecil apapun,
senantiasa berkata jujur, tersenyum sebagai bentuk sedekah yang paling murah
dan aneka kiat-kiat dan contoh terkait pentingnya kita mengingat mati. Muaranya, penulis mengajak kita untuk merenung, bahwa hidup yang
Allah berikan ini tidaklah kekal. Hidup yang Allah berikan kepada kita hanyalah
terminal yang harus kita isi dengan amal shalih sebagai perbekalan kehidupan
setelah kematian kita. Sehingga, ketika kesadaran seperti itu sudah terbentuk,
maka kita akan menjadi pribadi yang cerdas, sebagaimana di sebutkan dalam
hadits riwayat Imam Tirmidzi di atas, yaitu pribadi yang mengingat mati dan
mengumpulkan perbekalan untuk mati.
Bagian pertama dalam buku ini,
dipaparkan secara gamblang sebanyak 164 halaman. Sehingga kita akan puas dan
kemudian menyegerakan diri untuk mengumpulkan bekal kematian yang merupakan
gerbang menuju kehidupan yang lebih abadi, akhirat.
Setelah diajak melanglang buana
terkait pentingnya mati, kita langsung diajak melangkah. Melakukan aneka aksi
untuk menjemput kematian kita.
Ada Sembilan langkah yang penulis
paparkan dalam bagian kedua ini. Sembilan langkah tersebut meliputi:
1. Mati Urusan Pribadi, Persiapkan
Dirimu!
Dalam bab ini, penulis bertutur,
“Siapa yang memungkiri? Jenderal atau Kopral, majikan atau pelayan, selebritis
atau pengemis, direktur atau kondektur, koruptor atau provokator, bahkan
anggota dewan atau tukang jagal hewan, semua bakal merasakan kematian. (Hal
175).
Dalam bab ini, diuraikan pula
sejumlah nama yang telah diganjar surga oleh Allah. Sebut saja Bilal bin Rabbah
yang terompahnya sudah terdengar sampai di surga. Hamzah bin Abdul Muthalib
yang syahid di medan Uhud. Ja’far bin Abi Thalib yang beterbangan seperti
burung di surga karena tangannya buntung ketika perang Mu’tah. Dan Ummu Sulaim
yang mondar mandir di surga (hal 181). Sebuah pertanyaan cerdas yang
penulis lontarkan dan sangat layak untuk kita renungkan, “Jika mereka telah
diganjar surga oleh Allah, bagaimana dengan kita?”
2. Miliki Grand Desain Hidupmu.
Kegagalan yang kita dapati adalah
buah dari gagalnya kita merencanakan. Kita cenderung berjalan tanpa arah dan
tujuan yang jelas. Akhirnya, langkah kita tak pasti dan cenderung loyo ketika
ada ujian yang melanda, diri yang mudah limbung, tak tentu arah dan
berkecenderungan ‘asal mengalir’
Dalam bab ini kita disuguhi sebuah
cara agar kita bisa memiliki Grand Desain. Dengan panduan yang mudah diikuti,
kita diajak untuk menentukan akan menjadi seperti apakah kita, terutama dalam
masa 5 tahun ke depan. (hal 200-203)
3. Action Plan.
Dalam bab ini, kita akan disajikan 3
hal penting dalam melakukan aksi terhadap rencana kita. Planning, Perincian dan
Prioritas. Di bagian akhir, lagi-lagi kita disuguhkan dengan lembaran-lembaran
praktikum tentang rencana-rencana kita. Lengkap dengan panduan dan waktu
perkiraan terlaksananya rencana yang telah kita pancangkan (hal 221-226). Di
sini, kita dipaksa untuk berpikir dan belajar membuat peta kehidupan. Agar
hidup kita terarah dan tidak asal melangkah.
4. Desain caranya.
Rencana aksi, hanyalah sebuah garis
besar tentang mimpi yang ingin kita gapai. Setelahnya, kita harus menuliskan
langkah-langkah detail untuk mengeksekusi sekian banyak rencana tersebut. Sebut
saja jika cita-cita kita adalah menjadi penulis. Maka kita harus menargetkan
jenis-jenis tulisan yang akan digubah. Di sini, kita akan disuguhkan tentang
cara membaca efektif sehingga tidak mudah lupa (hal 234-235), Tiga faktor
Penyebab Lupa (hal 235-236), Dua Belas Cara Menulis Dengan Manis (hal 236-242)
dan Empat Pemilik Dunia.
5. Jaga Stamina dengan Senyum
Merekah.
Orang-orang sukses selalu tersenyum
optimis dan mengharapkan dilimpahkannya kebaikan bagi seluruh manusia (Hal
251).
Senyum yang ikhlas, akan bermuara
pada kebahagiaan sejati, “Saudaraku, agar hidup lebih terarah, potensi diri
menjadi permata berharga, masa depan menjadi lebih cerah, dan hidup menjadi
lebih bergairah, mari bergembiralah!”(Hal 253)
Bab ini ditutup dengan 5 cara Praktis
menghadirkan senyum Merekah penggugah Ruhiyah (hal 255). Di sini, pembaca perlu
berhati-hati. Karena setelah selesai, pembaca bisa mengidap penyakit suka
‘tersenyum sendiri.’ ^_^
6. Eksekusi Diri.
Rencana yang baik, detail aksi yang
lengkap, akan sia-sia jika kita tak kunjung melangkah. Semuanya harus segera
kita eksekusi agar tidak menyesal karena terlambat. Seperti halnya fir’aun yang
terlambat mengakui keesaan Allah, seperti itu pulalah kegagalan yang akan kita
terima manakala kita sering menunda eksekusi atas semua rencana kita.
Ada 6 penghambat eksekusi: tujuan
hidup yang tidak jelas, antusias yang rendah, sikap mental negatif, kurang
percaya diri, terlalu berhati-hati dan berharap tanpa memenuhi syarat (hal
262-263).
7. Fokus Sampai Lulus.
Orang yang tidak memfokuskan potensi
untuk berprestasi akan kehilangan banyak kesempatan, memubadzirkan energi,
merugikan masa depan, menzhalimi diri, dan merusak kehidupannya. Fokuskan pada
akhirat maka dunia pun akan didapat. Tetap perbarui niat dan jaga semangat (hal
283). Fokus diibaratkan penulis dengan sinar laser. Meski kecil, ia bisa
menghancurkan aneka benda yang ditabraknya. Sementara ketidakfokusan
diibaratkan seperti matahari, meski tenaganya besar, daya hancurnya kurang
karena ketidakfokusannya pada sebuah objek.
8. Optimis Sampai Finish.
Optimis adalah bagian dari kemenangan
dan kesuksesan. Optimis adalah nafas panjang untuk mengarungi pendakian yang
tak berujung. Pendakian menuju keabadian. Optimis adalah oksigen para pendaki
tersebut. Sebab, semakin mendaki semakin sedikit teman, semakin sulit
tantangan, semakin menjerit lolongan, semakin sempit kesempatan, dan semakin
rumit persoalan, namun juga semakin bersuit-suit pujian yang melenakan di
samping sudah semakin dekat dengan puncak kemenangan yang dirindukan (Hal 289).
9. Tak ada pilihan ketiga.
Bab ini menyajikan langkah pamungkas
yang mesti kita lakukan agar kematian yang kita temui adalah kematian terindah,
syahid. Penulis mengutip perkataan Sayyid Quthb dalam menafsirkan Surat Al
Jatsiyah ayat 18 , “Pilihan itu hanya ada dua, Syari’at Allah atau mengikuti
keinginan orang-orang jahil.Tidak ada pilihan ketiga,
jalan tengah antara syariat yang lurus dan keinginan hawa nafsu yang berubah. Seseorang
yang meninggalkan syari’at Allah berarti telah berhukum kepada keinginan
nafsunya. Segala sesuatu selain syariat Allah adalah keinginan hawa nafsu yang
disukai oleh orang yang jahil (hal 304-305).
Buku yang dikemas dengan rasa
training ini membuat kita betah untuk melahap bab demi babnya. Sehingga kita
akan terbawa arus dan tidak sadar ternyata kita hampir selesai membaca. Di
samping itu, Bahasa yang mudah dicerna, bersajak, juga merupakan
kelebihan yang tak terbantahkan dari buku ini. Belum lagi desain cover yang
dominan warna hitam, disertai hiasan kuning, merah dan putih adalah sebuah
kombinasi manis yang membuat pembaca ‘jatuh cinta’ pada
pandangan pertama. Oh ya, yang tak kalah serunya, buku ini dikemas tanpa
daftar isi. Sehingga Anda yang haus ilmu, akan penasaran untuk membuka tiap
detailnya.
Akhirnya, saya ucapkan jazakumullah
ahsanal jaza’ kepada Pak Sholikhin yang bercita-cita menjadi Trainer Sejuta
Umat dan keluarga besar Pro-U Media seluruhnya. Semoga Allah mengistiqamahkan
kita di jalan ini. Jalan yang awalnya hidayah, perekatnya ukhuwah dan semoga
saja akhirnya adalah surga yang abadi. Amiin.
Kepada sahabat sekalian saya
sampaikan, “Hati-hati membaca buku ini! Karena Dosis (motivasinya) tinggi.
Sehingga sahabat, bisa jadi akan mengalami over dosis motivasi. Dan, sahabat
tidak akan bisa tidur karena mengingat diri yang makin berkurang jatah umurnya,
sementara prestasi tak kunjung jua membanggakan.”
Selamat membaca. Semoga berkenan