“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semunya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS Huud [11]: 6)
Kita diciptakan oleh Allah
dilengkapi dengan rezeki. Rezeki ditentukan setelah empat bulan di perut ibu.
Rezeki ada yang baik atau yang buruk, tergantung cara mengambilnya. Rezeki yang
buruk karena cara mengambilnya yang buruk.
Setiap makhluk sudah ada
rezekinya. Misalnya, Allah menciptakan pohon terbatas gerakannya. Karena pohon
tak lincah maka makanannya didekatkan lewat akar. Rezekinya didekatkan, ini
sengaja diatur oleh Allah.
Begitupun binatang, misalnya singa, pada waktu masih bayi dia tak bisa mengejar
kijang, maka Allah menyediakan air susu di tubuh induknya. Ketika air susunya
berhenti, Allah menggantinya dengan makanan yang diburu induknya. Setelah besar
dia berburu sendiri. Makin kuat fisiknya, makin tinggi kualitas ikhtiarnya.
Begitupun manusia, dalam perut
ibu rezekinya masuk lewat tali ari- ari karena belum bisa berbuat. Setelah
lahir, walau tali ari-ari digunting, tetap saja bertemu dengan rezekinya lewat
air susu ibu. Saat air susu berhenti, Allah menyediakan berbagai makanan yang
kalau lapar tinggal menangis, maka rezeki akan datang. Makin dewasa harus makin
gigih ikhtiarnya menjemput rezeki karena Allah telah menyiapkan kekuatan fisik,
akal dan indera perasa.
Karenanya kita jangan malas
mencari nafkah, binatang pun selalu berikhtiar untuk mendapatkan rezekinya.
Rasulullah pernah terkesan kepada burung yang pergi dengan perut kosong, tapi
setelah terbang kembali dengan perut kenyang. Jadi, kuncinya adalah terbang
(bergerak) dan itu tak bisa didapatkan dengan sayap yang malas. Binatang yang
tak mempunyai akal saja mati-matian iktiar hingga bisa bertemu dengan
rezekinya. Mustahil manusia yang mempunyai akal tak bertemu dengan rezekinya.
Di negeri kita tak kurang sarjana
ekonomi, tapi kebanyakan fakultas ekonomi hanya mempelajari teori ekonomi
duniawi yang kapitalis. Padahal kita membutuhkan para ekonom yang komprehensif,
yang selain mengerti teori ekonomi juga kuat iman dan bisa meraih rezekinya.
Dengan kata lain kita membutuhkan para ekonom yang ahli dzikir, fikir dan
ikhtiar.
Allah sudah menyiapkan perangkat
ikhtiar lahiriah dan ruhiah. Kita membutuhkan tokoh-tokoh ekonomi yang tak
hanya kuat berpikir, tapi juga bisa menggerakkan potensi. Membangkitkan kondisi
ekonomi tak hanya dengan teori duniawi belaka, tetapi juga harus dengan teori
tentang bagaimana Allah membimbing kita menemukan rezeki.
Negeri kita sekarang sedang
krisis ekonomi, harga barang naik. Pemerintah dan rakyat masing-masing
mempunyai kewajiban yang berbeda. Beban pemerintah lebih berat daripada rakyat
hingga pertanggungjawabannya di hadapan Allah lebih tinggi. Karenanya para
pejabat harus sekuat tenaga mencari jalan dengan kreatif agar rezeki dari Allah
sampai kepada rakyat.
Kita pun harus memilih para
pemimpin yang memiliki kapasitas keimanan dan keilmuan yang baik agar dengan
kepemimpinannya bisa membuka pintu rezeki bagi kita.
Lalu bagaimana sikap kita sebagai
rakyat menghadapi krisis ekonomi ini? Pertama, kita harus khusnudzon kepada
Allah karena Allah sesuai dengan persangkaan hamba-Nya. Kalau kita yakin Allah
akan menjamin, pasti akan bertemu dengan rezeki kita.
Kedua, kita harus mengevaluasi
sikap kita terhadap rezeki yang Allah berikan. Ada orang yang diberi rezeki,
namun rezekinya berubah menjadi musibah karena salah menyikapinya.
Jangan-jangan Allah telah memberi banyak, tetapi kita kufur nikmat.
Misalnya para perokok yang
gajinya Rp 600 ribu, kalau sehari merokok dua bungkus (per bungkus Rp 7 ribu),
maka sebulan menghabiskan Rp 450 ribu. Sisanya hanya Rp 150 ribu hingga makanan
istri dan anaknya tak layak. Ini zalim dan mempersulit diri sendiri karena
sudah penghasilannya sedikit juga tak dimanfaatkan secara optimal.
Ketiga, lihatlah ikhtiar kita. Jangan-jangan
ikhtiar kita belum benar, malas atau tak dengan ilmu. Segala sesuatu harus
dengan ilmu, termasuk untuk mendapatkan rezeki, kalau tak pernah mencari ilmu,
tak akan bertemu dengan rezekinya. Tak mau mencari ilmu sama dengan tak mau
mendapatkan rezeki.
Selain gigih ikhtiar mencari
rezeki, kita juga harus melakukan amalan yang disukai Allah. Amalan yang bisa
membuka pintu rezeki misalnya shalat tepat waktu, memperbanyak istigfar,
silaturahmi, dan sedekah.
Ya Allah, bukakan hati kami agar
selalu yakin Engkaulah satu-satunya penjamin rezeki. Bimbinglah kami agar dapat
menyempurnakan ikhtiar menjemput rezeki-Mu dengan cara yang Engkau ridhai.
(Dipetik drp blog yang saya tidak ingat lagi, harap penulisnya Allah beri ganjaran (tahun 2009))
(Dipetik drp blog yang saya tidak ingat lagi, harap penulisnya Allah beri ganjaran (tahun 2009))
No comments:
Post a Comment