Jagalah Allah, Pasti Engkau Menang!
Oleh: Tim dakwatuna.com
dakwatuna.com – Dari Abul-‘Abbas ‘Abdullah Bin ‘Abbas
–-semoga Allah meridoinya- ia mengatakan, “Aku berada di belakang Rasulullah
saw. Beliau mengatakan, ‘Nak, Jagalah Allah niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah
Allah niscaya engkau akan dapati Dia ada di hadapanmu. Jika engkau memohon,
mohonlah kepada Allah; dan jika engkau meminta pertolongan, mintalah
pertolongan kepada Allah. Dan ketahuilah bahwa jika seluruh umat berhimpun
untuk memberikan manfaat (keselamatan) kepadamu, niscaya mereka tidak dapat
melakukannya selain apa yang sudah Allah tetapkan untukmu. Dan seandainya
seluruh umat berhimpun untuk menecelakakanmu, niscaya mereka tidak dapat
melakukannya kecuali kecelakaan yang memang sudah Allah tetapkan untukmu. Telah
diangkat pena dan telah kering lembaran-lembaran.” (diriwayatkan oleh
At-Tirmidzi. Dan dalam riwayat selaian dari At-Tirmidzi, Rasulullah saw.
bersabda, “Jagalah Allah niscaya kamu akan mendapati-Nya di depanmu; kenalilah
Allah pada saat mendapat kemudahan, niscaya Dia akan mengenalmu saat kamu
mendapat kesulitan. Ketahuilah bahwa apa yang bukan jatahmu tidak akan
mengenaimu dan apa yang menjadi jatahmu tidak akan salah sasaran. Ketahuilah
bahwa pertolongan Allah bersama kesabaran; kelapangan ada bersama kesempitan;
dan kemudahan ada bersama kesulitan.” (Al-Hakim dan Ahmad)
Kemenangan Islam dan dakwah
islamiyyah adalah dambaan para pejuang di jalan Allah. Salah satu bentuk
kemenangan itu adalah manakala nilai-nilai ilahiyyah mendapat tempat dalam kehidupan
manusia, baik dalam urusan pribadi, keluarga, masyarakat, negara, ekonomi,
politik, maupun urusan lainnya. Nilai-nilai ilahiyyah yang dimaksud tentu bukan
saja perilaku-perilaku saleh individual akan tetapi juga kesalehan yang berdaya
guna semisal keadilan, kejujuran, dan keberpihakan kepada kebenaran apa pun
risikonya.
Untuk mencapai kemenangan itu tentu saja setiap Muslim harus berusaha secara
optimal dalam batas-batas kemampuan manusiawi. Usaha optimal untuk mencapai
kemenangan itu dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
evaluasi, dan seterusnya. Akan tetapi tetapi harus dipahami bahwa segala upaya
sehebat apa pun yang dilakukan manusia bisa tidak punya makna sama sekali
manakala tidak memdapat perkenana Allah swt. Dan sebaliknya betapapun serba
terbatasnya kaum Muslimin –dalam hal material dan kuantitas personal– dalam
upaya menegakkan kebenaran dan keadilan, jika Allah berkehendak untuk
mengaruniakan kemenangan, tak satu kekuatan pun dapat menghalanginya.
Persoalannya adalah, apakah kita termasuk orang yang layak mendapat
pertolongan Allah itu? Tentu ada prasyarat pertolongan Allah turun kepada kita.
Nah, hadits di atas sarat dengan pesan-pesan luhur yang akan mengantarkan
manusia mencapai kemenangan yang didambakan itu. Sampai-sampai sebagian ulama
mengatakan, “Saya merenungi hadits ini dan saya benar-benar terperangah
dengannya. Amat disesalkan bila ada
yang tidak memahami makna hadits itu.”
Ihfazhillah, jagalah Allah! Menjaga Allah, kata Abul-Faraj Al-Hambali dalam
kitabnya Jami’ul-‘Ulumi Wal-Hikam, adalah menjaga aturan-aturan, hak-hak,
perintah-perintah, dan larangan-larangan Allah swt. Tentu saja hal itu dilakukan dengan cara
melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Jika
seseorang melakukannya, maka ia termasuk orang-orang yang menjaga aturan-aturan
Allah seperti yang disebutkan dalam ayat-Nya: “Inilah yang dijanjikan kepadamu,
(yaitu) pada setiap hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara
(semua peraturan-peraturan-Nya). (Yaitu) orang yang takut kepada Rabb Yang Maha
Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang
bertaubat.” (QS. 50: 32-33)
Kata ‘Hafizh’ (memelihara) yang
tercantum pada ayat di atas ditafsirkan dengan ‘menjaga (melaksanakan)
perintah-perintah Allah dan menjaga diri dari dosa-dosa dan selalu bersegera
untuk bertaubat jika melakukan kesalahan-kesalahan.’ Di antara
perintah-perintah agung yang harus dijaga oleh setiap Muslim adalah:
1. Shalat.
Secara eksplisit Allah swt.
memerintahkan kita menjaga shalat. Firman-Nya: “Peliharalah segala shalat(mu),
dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu)
dengan khusyu.” (QS. 2:238)
Dalam ayat lain Allah memuji
orang-orang yang memelihara shalat. Firman-Nya: “Dan orang-orang yang memelihara
shalatnya.” (QS. 23:9)
Semakin banyak aktivitas, semakin
berat beban perjuangan, semakin besar target yang ingin kita capai, seharusnya
semakin membuat kita dekat dengan Allah. Dan momentum di mana seorang hamba
sangat dekat dengan Allah adalah saat ia bersujud. “Keadaan yang paling dekat
antara hamba dengan Rabbnya adalah saat di sujud. Maka perbanyaklah doa di kala
sujud itu,” demikian sabda Rasulullah saw. dalam sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Muslim.
Jadi, sangat ironis bila semakin
banyak kegiatan malah semakin terlalaikan shalat; dan lebih celakalah lagi bila
shalat itu dilalaikan justru dengan alasan kesibukan. Tidak akan ada barokah
dari aktivitas yang melalaikan shalat. Apa pun alasannya. Termasuk dengan
alasan bahwa yang penting adalah shalat aktivitas. Yang dimaksud dengan shalat
aktivitas adalah kegiatan yang diklaim sebagai perjuangan menegakkan kebenaran.
Itu saja dianggap cukup sekalipun meninggalkan shalat. Pasti perjuangan itu
bukan di jalan Allah melainkan di jalan thaghut.
2. Janji atau sumpah.
Integritas dan kredibelitas
seseorang dapat dilihat, antara lain, dari tingkat komitmennya terhadap sumpah
dan janji. Makanya Allah swt. memesankan agar orang beriman berpegang teguh
kepada janji atau sumpah yang dibuatnya. Firman-Nya: “Dan peliharalah
sumpah-sumpah kalian.” (QS. 5:89)
“Dan tepatilah perjanjian dengan
Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu)
itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu
(terhadap sumpah-sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu
perbuat.” (QS. 16:91)
Lebih berat lagi bobot janji itu
apabila pelanggarannya dapat menyebabkan kesengsaraan orang banyak. Misalnya
janji atau sumpah jabatan. Atau janji yang dibuat untuk menarik dan merekrut
orang agar mendukung dirinya dan berpihak kepadanya.
3. Kepala dan Perut.
Dan di antara hal yang wajib
dijaga adalah kepala dan perut. Rasulullah saw. bersabda, “Malu yang sebenarnya
kepada Allah adalah engkau menjaga kepala dengan segala yang termuat di
dalamnya dan menjaga rongga perut dengan segala yang di kandung di dalamnya.” (Ahmad,
At-Tirmidzi, Al-Bazzar)
Menjaga kepala dengan segala yang
termuat di dalamnya di antaranya dengan menjaga pendengaran, penglihatan, lidah
dari hal-hal yang diharamkan. Dan menjaga rongga perut adalah dengan menjaga hati dari segala penyakit
hati.
Penjagaan Allah
Penjagaan Allah kepada hambanya
menyangkut dua hal: pertama, kemaslahatan duniawi seperti penjagaan fisik,
anak, keluarga, harta. Ini seperti yang Allah firmankan, “Bagi manusia ada
malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di
belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.” (QS. 13:11)
Ini terjadi misalnya pada Safinah
maula (sahaya yang dimerdekakan oleh) Nabi saw. Saat perahu yang dinaikinya
pecah ia terdampar di sebuah pulau. Di hutan ia bertemu dengan seekor singa.
Ternyata singa itu memberi petunjuk jalan. Setelah itu sang singa pergi.
Kedua, dan ini yang paling
penting, penjagaan dalam urusan agama, keimanan, dan akhlak. Allah menjaga para
hambanya hingga mereka bisa menghindari perkara-perkara yang merusak iman dan
akhlak, hingga mereka meninggal dunia dalam keadaan iman. Betapa saat-saat ini
kita membutuhkan pemeliharaan iman.
Kesejatian cita-cita untuk
menegakkan keadilan dan mewujudkan kesejahteraan dengan berbagai upaya harus
dibuktikan dengan sikap sejati dalam melakukan pendekatan kepada Allah. Dan
kejujuran menegakkan syari’at Islam harus dibuktikan dengan kejujuran
melaksanakannya baik dalam diri pribadi, keluarga, masyarakat, dan dalam segala
peran yang diembannya. Allahu a’lam.
No comments:
Post a Comment