Friday, September 28, 2012

Sri Kusnaeni

Tetap Sehat, Meski Telah Senja

28/9/2012 | 11 Dhul-Qadah 1433 H | Hits: 89
Oleh: Sri Kusnaeni
Kirim Print
dakwatuna.com – Bismillahirrahmaanirrahim
Selalu saja ada hikmah dan pelajaran yang dapat kita petik dalam setiap momentum dan aktivitas yang kita alami, apabila kita mau belajar dan bersungguh – sungguh menggalinya.

Meniatkan diri untuk silaturahim, dengan harapan besar sesuai yang dijanjikan dalam hadits Rasul saw, bahwa silaturahim akan memperpanjang umur dan menambah rezeki, maka saya bersemangat ketika ibu-ibu jamaah pengajian mengajak saya untuk berkunjung ke rumah salah seorang jamaah yang saat itu berhalangan hadir.

Banyak hal yang menjadi pelajaran, sepanjang perjalanan dan saat bertemu dengan shahibul bait. Maha suci Allah, beragam tanaman dengan berbagai bunga, menjadikan perjalanan yang jauh tidak terasa melelahkan. Demikian juga dengan berbagai pemandangan menarik yang terlihat di rumah yang kami kunjungi. Subhanallah, beragam hiasan dinding kreasi tangan yang sangat menarik, tadinya saya pikir adalah karya anak-anak atau cucu shahibul bait. Ternyata semua adalah hasil karya dari shahibul bait, seorang ibu atau nenek yang sudah berusia 82 tahun. Acungan jempol dan apresiasi spontanitas saya berikan, dengan cara mengungkapkan kekaguman dan memfoto semua karya beliau.

Di usia yang boleh di bilang tidak muda lagi, yakni 82 tahun, seorang nenek ini tetap produktif dengan karya-karya keterampilan tangannya. Meski beliau menganggap dan merasa sudah tua, saya katakan pada beliau: “ibu masih muda, yang jelas tetap punya semangat muda, seperti dulu Utsman bin Affan menjadi khalifah pada saat usia beliau sudah 80 tahun, maka tetaplah merasa muda”. Demikian pujian saya pada beliau.

Apa saja kiatnya agar tetap sehat, semangat dan berkarya meski di usia senja? Berikut kiat yang boleh dicontoh oleh mereka yang masih muda (atau merasa muda).

1. Rajin silaturahim dan berjumpa dengan banyak orang.

Bertemu banyak orang, dengan berbincang yang bermanfaat, menggali ilmu dan bercanda ala kadarnya akan membuat perasaan riang, tidak suntuk, dan melatih otak untuk terus bekerja, paling tidak bekerja mengingat sesuatu hal, mengkoordinasi gerak lisan, dan yang jelas, insya Allah akan mendapatkan banyak ilmu, pengalaman dan informasi serta inspirasi dan solusi. Suasana hati yang riang akan mempengaruhi sistem hormon yang berpengaruh terhadap kesegaran dan kesehatan fisik. Coba saja kita perhatikan. Mana yang kelihatan lebih tua, orang yang sedang sedih, atau orang yang sedang bahagia. Atau coba bandingkan, mana yang kelihatan lebih tua, orang yang sedang marah atau yang sedang tersenyum?

Yang perlu kita antisipasi adalah, jangan sampai pembicaraan dalam silaturahim tersebut mengandung kalimat yang laghwi (sia-sia), atau mengandung ghibah (gosip), atau mengandung kebohongan dan kedustaan, atau pun menyakiti sesama saudara. Jika hal ini yang terjadi, maka silaturahim akan menjadi rusak dan hilang pahalanya, karena tertutup oleh dosa yang kita perbuat dengan melakukan hal-hal tersebut.  Maka penting untuk diingat, sebelum silaturahim kita harus sudah mempunyai “stok” bahan pembicaraan bermanfaat yang akan kita gulirkan, baik berupa ilmu, pengalaman atau informasi yang bermanfaat. Selain itu juga harus dibiasakan saling mengingatkan jika pembicaraan sudah mulai melenceng, agar tidak terlalu jauh melenceng. Terakhir, tutuplah silaturahim atau pertemuan dengan doa kafaratul majelis dan saling berjabatan tangan.

2. Kerjakan hal-hal praktis secara teratur

Membiasakan diri untuk mencatat kegiatan kita sehari- hari, atau mencatat pengeluaran dan pemasukan anggaran rumah tangga, mencatat ide atau gagasan yang muncul. Ini semua akan mengkondisikan otak kita untuk bekerja, mengingat suatu hal, dan hal ini akan mengurangi kepikunan.  Ibarat pisau, jika lama dibiarkan tidak digunakan, dia akan menjadi berkarat dan tumpul, dan boleh jadi lama kelamaan tidak bisa dipergunakan kembali. Otak kita kurang lebih demikian, akan mudah tumpul dan linglung, jika tidak biasa dilatih. Hal- hal praktis lain yang akan bermanfaat untuk kesegaran fisik dan otak, adalah menggunakan saat-saat istirahat atau waktu senggang untuk menyalurkan hobi. Misal bagi kaum perempuan bisa dengan merajut, menyulam, merangkai bunga, memasak, berkebun atau pun membuat keterampilan yang lain. Siapa tahu juga dari sekadar hobi, bisa bernilai ekonomi. Bagi kaum laki-laki misalnya dengan melukis, memodifikasi kendaraan, berkebun, merancang program komputer dan sebagainya.

3. Mengkonsumsi makanan sehat dan gizi seimbang.

Saya pernah bertemu juga dengan seorang nenek lain yang usianya tidak terpaut jauh dengan nenek yang tadi saya ceritakan di atas, yakni usia 78 tahun. Tapi sungguh secara jujur saya mengagumi kekencangan dan kehalusan kulitnya. Saya tanyakan apa rahasianya. Beliau menjawab, gampang saja, rajin minum air putih, dan makan hanya makanan yang direbus (tidak digoreng, dibakar, dll). Butuh kedisiplinan memang, dan jujur untuk satu sangat berat, paling tidak bagi saya.

4. Rahasia keempat adalah gunakan selalu akal/otak dan lisan kita untuk membaca Al-Quran.

Ajaib, inilah salah satu mukjizat Al-Quran yang saya rasakan. Ada teman saya yang matanya minus sampai 18, bahkan kaca matanya mirip seperti botol. Tapi setiap kali membaca al Qur’an dia tidak pernah menggunakan kaca matanya, tapi dengan mata telanjang, dan ajaibnya, tidak pernah merasakan pegal matanya, dan kepala pun tidak pusing. Beda sekali dengan ketika membaca huruf latin, baru 5 menit saja, tanpa kaca mata, dijamin mata sangat pegal dan kepala pusing. Awalnya saya tidak percaya. Saya pun mencobanya. Benar saja, meski minus mata saya boleh dibilang tidak kecil, setiap kali membaca Al-Quran sengaja tanpa kaca mata, tapi saya tidak pernah merasakan mata pegal dan kepala pusing. Tapi giliran membaca huruf latin, tanpa kaca mata, dijamin baru 5 menit saja pasti pegal dan pusing.  Dengan pengalaman ini, kita semakin yakin bahwa Al-Quran sebagai syifa, obat, bukan hanya penyakit hati, tapi juga penyakit fisik. Jiwa dan raga menjadi sehat dengan selalu dekat al Qur’an. Penasaran? Ayo mencoba. Semoga bermanfaat


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/09/23204/tetap-sehat-meski-telah-senja/#ixzz27mA9ws39
Fikiran 'agama' yang mengharukan Umno
 
  • Dr Mohd Asri Zainul Abidin
  • 8:13AM Sep 28 2012
 
Ada yang bertanya mengapa saya sering mengkritik aliran yang saya sifatkan literal yang dipegang oleh beberapa orang agamawan muda dalam Umno?

Saya kata bahawa saya tidak kisah untuk sesiapa menjadi ulama tua ataupun muda kepada mana-mana parti selagi berpegang kepada prinsip agama ini.

Umno dan PAS, semuanya sahabat saya. Prinsip agama itu lurus, fatwa agama tidak boleh berpihak. Hal ini terpakai untuk bukan sahaja untuk Umno, tetapi untuk PAS juga.

PAS pun dalam sejarahnya bukan tiada fatwa yang berbahaya termasuk yang boleh membawa kepada kafir mengkafir. Hari ini nampaknya keadaan itu sudah berkurangan.

Sebenarnya, aliran literal itu sendiri jika kena pada tempatnya tidak salah. Mazhab Zahiri (literalisme) walau dikritik hebat, ia diiktiraf dalam fikah Islam.

Tokoh besar Zahiri iaitu al-Imam Ibn Hazm al-Andalusi dan kitabnya al-Muhalla menjadi rujukan fekah yang penting.

Literalis dalam Umno harukan proses keadilan

Saya mengkritik golongan literalis dalam Umno kerana pemikiran yang dibawa itu boleh mengharukan proses keadilan yang wujud dalam negara ini keseluruhannya.

Hari ini mungkin sesetengah orang Umno seronok apabila terdapat beberapa orang agama yang boleh berhujah dengan nas-nas agama untuk membela Umno. Biasanya perkara ini dibuat oleh PAS.

Namun tanpa mereka sedar fatwa-fatwa aliran literalis tersebut jika diaplikasi dalam sistem politik negara ini, ia akan meruntuhkan keseimbangan, kemaslahatan dan keadilan politik yang menjadi tonggak kepada tujuan berpolitik.

Umpamanya, apabila mereka berfatwa haram mengkritik kepimpinan politik negara secara terbuka. Hanya yang dibenarkan berjumpa dan menasihati secara tertutup.

Pengharaman ini jika diterima bererti sistem Parlimen yang membolehkan ahli-ahlinya Parlimen membahas dan mengkritik dasar dan perlaksanaan kerajaan secara terbuka kepada pengetahuan awam adalah haram.

Perhimpunan Agung Umno yang sering kali kita mendengar para perwakilan meluahkan perkara-perkara yang mereka tidak puas hati tentang kerajaan juga haram.

Golongan literalis ini mungkin berfikir bahawa hukum yang mereka keluar boleh digunakan untuk menentang pihak pembangkang, tetapi mereka lupa implikasinya meruntuhkan sistem negara dan parti itu sendiri.

Bahkan dalam sejarah Umno, Tun Dr Mahathir Mohamad yang merupakan mantan perdana menteri dan presiden Umno sendiri apabila tidak puas hati dengan kepimpinan penggantinya Tun Abdullah Badawi, melakukan kritikan terbuka.

Kebanyakan tokoh Umno yang ada, pernah melakukan hal yang sama apabila mereka berbeza ‘kem politik’. Bahkan Umno dan ulama muda itu sendiri mengkritik terbuka kepimpinan kerajaan Kelantan, Selangor dan Kedah.

Malang sekali jika golongan ini hanya terfikir fatwa berkenaan terkena pembangkang sahaja, padahal ia juga terkena kepada ‘tubuh sendiri’. Tentu mereka tidak akan kata “haram untuk kau, halal untuk aku”.

Ilmu matan hadis


Saya tidak mahu kata golongan ini berniat memperalatkan agama. Saya rasa sebab hal ini terjadi kerana cara fikir yang literal dan tidak menghayati ilmu mukhtalaf al-hadith yang merupakan ilmu penting dalam memahami matan sesuatu hadis.

Ilmu tersebut membantu untuk menyelaraskan hadis-hadis yang pada zahirnya nampak bercanggah dengan teks al-Quran dan as-Sunnah.

Umpamanya apabila mereka membaca hadis:

“Sesiapa yang ingin menasihati orang yang memiliki kuasa, janganlah dia menampakkannya secara terang-terangan. Sebaliknya hendaklah dia mengambil tangannya (orang yang memiliki kuasa) dan bersendirian dengannya (menasihatinya dengan tidak didedahkan aib secara terbuka). Jika dia terima maka dia berjaya, jika tidak dia (orang yang menasihati) telah menunaikan kewajipannya.”
(Riwayat Ibn Abi ‘Asim dalam al-Sunnah, sanadnya dinilai sahih oleh al-Albani).

Mereka mengambil hadis ini tanpa mempedulikan hadis-hadis lain yang memberikan penegasan yang berbeza.

Ini seperti hadis: “Akan ada pemimpin-pemimpin selepasku, mereka itu bercakap tiada siapa pun yang menjawab mereka. Mereka itu terjun ke dalam neraka seperti kera terjun.”
(Riwayat al-Tabarani, dinilai hasan).

Para sahabah bangun mengkritik al-Khulafa al-Rashidin dalam majlis-majlis mereka seperti Salman al-Farisi yang mempersoalkan Saidina ‘Umar al-Khattab semasa beliau berucap.

Sepatutnya perbezaan hadis-hadis ini diselaraskan dengan merujuk kepada kes yang berbeza. Isu dosa peribadi pemimpin hendaklah dibicarakan secara tertutup.

Adapun yang membabitkan kepentingan awam maka rakyat yang terbabit boleh membahaskannya sekalipun terbuka.

Sejarah perdebatan dalam Islam

Begitu juga apabila timbul trend politik kita yang banyak mengadakan debat isu rakyat secara terbuka. Ramai juga pihak kerajaan dan pembangkang yang terbabit.

Apabila ada pemimpin atasan yang menyatakan debat bukan budaya kita, mereka pun mengeluarkan sabda Nabi SAW:

“Aku menjamin sebuah rumah dalam syurga bagi mereka yang meninggalkan debat mesti pun dia berada di pihak yang benar.” (Riwayat Daud).

Ini bagi menyokong kenyataan pemimpin atasan.Mereka tidak mengambil kira bahawa al-Quran menyebut: “Berdebatlah dengan mereka dengan cara yang terbaik.”
(Surah al-Nahl: 125)

Dan juga dalam al-Quran ada Surah al-Mujadilah (wanita yang berdebat). Perkataan yang digunakan dalam hadis ialah al-mira’ yang boleh diertikan sebagai al-jidal (debat).

Dalam Islam terlalu banyak sejarah perdebatan ilmu yang menyebabkan ilmu berkembang. Debat yang dilarang ialah debat yang sia-sia hasilnya, sekalipun benar.

Inilah yang disebut dalam kitab-kitab syarah hadis seperti Faidh al-Qadir oleh al-Imam al-Munawi, Tuhfah al-Ahwazi oleh al-Imam al-Mubarakfuri.

Jika hadis di atas difahami secara literal, tentu Parlimen kita lembab dan tidak berfungsi kerana semua ahlinya akan mengelakkan berbahas.

Bajet negara akan diterima bulat-bulat tanpa didebatkan kerana semua ingin mendapat rumah dalam syurga. Peguam dan pendakwa juga tidak ada berdebat di mahkamah.

Sepatutnya mereka kena sebut hadis ini semasa setiap kali mesyuarat Umno hendak dimulakan. Tentulah semua ahli menelan bulat-bulat minit mesyuarat tanpa mempertikaikannya sedikit pun.

Fatwa literal

Dulu saya pernah kritik apabila mereka sering membaca hadis ini di khalayak ramai:

“Akan ada selepasku para pemimpin yang berpetunjuk bukan dengan petunjukku, bersunah bukan dengan sunahku, dan akan bangkit dalam kalangan mereka lelaki-lelaki yang jantung hati mereka seperti jantung hati syaitan dalam tubuh insan.

“Kata Huzaifah: Apa yang patut aku lakukan wahai Rasulullah, jika aku mendapati keadaan itu?. Jawab baginda: Dengar dan taat kepada ketua, sekalipun belakangmu dipukul, hartamu diambil, dengar dan taatlah.” (Riwayat Muslim)

Hadis ini dibaca seakan rakyat dalam apa keadaan pun tidak boleh membantah kerajaan walaupun buruk mana sekalipun. Mereka lupa kerajaan dalam negara ini bukan sahaja Umno, ada juga kerajaan PAS dan PKR.

Hadis ini dibaca tanpa melihat kepada hadis-hadis lain yang memberikan penegasan yang berbeza.

Antaranya hadis (bermaksud): “Sesungguhnya manusia apabila melihat orang zalim, namun tidak menghalang tangannya, hampir Allah akan meliputi mereka dengan hukuman-Nya”.
(Riwayat Abu Daud, al-Tirmizi dan al-Nasai, dengan sanad yang sahih).

Dalam sejarah pemikiran fikah, tokoh aliran literalis yang paling terkemuka ialah al-Imam Ibn Hazm al-Andalusi (meninggal 456H). Dia terkenal kerana kebijaksanaannya tetapi literal dalam memahami nas-nas syarak.

Banyak fatwa literalnya dikritik oleh para sarjana. Pun begitu, beliau apabila ditanya tentang hadis di atas, menjawab:

“Adapun apa yang diperintahkan oleh Rasulullah SAW agar bersabar atas pengambilan harta dan pukulan di belakang, itu semua tanpa syak jika pemerintah menguruskan itu dengan cara yang sebenar, maka tidak syak wajib ke atas kita sabar… Adapun jika dengan cara yang batil maka berlindung dengan Allah untuk Rasulullah SAW menyuruh bersabar untuk itu.

“Dalilnya firman Allah: Tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam dosa dan permusuhan.

“Kita tahu bahawa kalam Rasulullah tidak akan menyanggahi kalam Tuhannya… maka sah bahawa apa yang Rasulullah SAW sabda adalah wahyu dari sisi Allah azza wa jalla, tiada perbezaan, tiada percanggahan dan pertentangan.

“Jika demikian maka sesuatu yang yakin tanpa syak yang diketahui oleh setiap Muslim bahawa mengambil harta Muslim ataupun zimmi tanpa cara yang sebenar dan memukul belakangnya tanpa kesalahan yang sebenar adalah dosa, permusuhan dan haram.

“Sabda Nabi SAW: Sesungguhnya darah kamu, harta kamu, maruah kamu adalah haram antara kamu (untuk dicemari).

“Maka tiada syak dan perbezaan pendapat kalangan Muslimin bahawa orang yang menyerahkan hartanya untuk perampas secara zalim, memberikan belakangnya untuk dipukul secara zalim sedangkan dia mampu untuk menghalang hal itu dengan apa cara yang mungkin, maka itu adalah pertolongan kepada orang yang menzaliminya atas dosa dan permusuhan, dan ini haram dengan nas al-Quran….”
(Ibn Hazm, Al-Fasl fi al-Milal wa al-Ahwa wa al-Nihal, 4/133. Kaherah: Maktabah al-Khaniji)

Jika pemerintah itu dibiarkan untuk memukul dan mengambil harta tanpa dipersoalkan, apakah ertinya sesuatu pemerintahan yang diperintah oleh Islam untuk diwujudkan? Apakah mereka seperti penzalim dan perompak berlesen yang dilindungi oleh nas-nas agama?

Maha suci Allah dari menurunkan agama yang seperti itu!

Sebaliknya dalam agama ini kemuliaan Muslim seperti yang disebut oleh Nabi SAW:

"Sesungguhnya darah kamu, harta kamu, maruah kamu adalah haram antara kamu (untuk dicemari), seperti haramnya (mencemari) hari ini (hari korban), bulan ini (bulan haram) dan negeri ini (Mekah).”
( Riwayat al-Bukhari dan Muslim).

Nabi SAW juga menyebut: “Sesiapa yang mati kerana mempertahankan hartanya maka dia syahid.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim).

Pemikiran agama yang literal seperti ini sebenarnya boleh merosakkan maksud dan imej agama itu sendiri jika dipegang oleh mereka yang berkuasa. Saya tidak mahu campur dengan urusan kepartian Umno ataupun PAS.

Namun apabila membabitkan urusan agama, saya hanya ingin memberikan pandangan bahawa pemikiran ini dalam kerangka keseluruhan ‘memeningkan’ negara dan Umno itu sendiri.

Monday, September 24, 2012

IKHLAS

Semoga Allah mengaruniakan kepada kita hati yang ikhlas. karena betapapun kita melakukan sesuatu hingga bersimbah peluh berkuah keringat, habis tenaga dan terkuras pikiran, kalau tidak ikhlas melakukannya, tidak akan ada nilainya di hadapan Allah. Bertempur melawan musuh, tapi kalau hanya ingin disebut sebagai pahlawan, ia tidak memiliki nilai apapun. Menafkahkan seluruh harta kalau hanya ingin disebut sebagai dermawan, ia pun tidak akan memiliki nilai apapun. Mengumandangkan adzan setiap waktu shalat, tapi selama adzan bukan Allah yang dituju, hanya sekedar ingin memamerkan keindahan suara supaya menjadi juara adzan atau menggetarkan hati seseorang, maka itu hanya teriakan-teriakan yang tidak bernilai di hadapan Allah, tidak bernilai!

Ikhlas, terletak pada niat hati. Luar biasa sekali pentingnya niat ini, karena niat adalah pengikat amal. Orang-orang yang tidak pernah memperhatikan niat yang ada di dalam hatinya, siap-siaplah untuk membuang waktu, tenaga, dan harta dengan tiada arti. Keikhlasan seseorang benar-benar menjadi amat penting dan akan membuat hidup ini sangat mudah, indah, dan jauh lebih bermakna.

Apakah ikhlas itu? Orang yang ikhlas adalah orang yang tidak menyertakan kepentingan pribadi atau imbalan duniawi dari apa yang dapat ia lakukan. Konsentrasi orang yang ikhlas cuma satu, yaitu bagaimana agar apa yang dilakukannya diterima oleh Allah SWT. Jadi ketika sedang memasukan uang ke dalam kotak infaq, maka fokus pikiran kita tidak ke kiri dan ke kanan, tapi pikiran kita terfokus bagaimana agar uang yang dinafkahkan itu diterima di sisi Allah.

Apapun yang dilakukan kalau konsentrasi kita hanya kepada Allah, itulah ikhlas. Seperti yang dikatakan Imam Ali bahwa orang yang ikhlas adalah orang yang memusatkan pikirannya agar setiap amalnya diterima oleh Allah. Seorang pembicara yang tulus tidak perlu merekayasa kata-kata agar penuh pesona, tapi ia akan mengupayakan setiap kata yang diucapkan benar-benar menjadi kata yang disukai oleh Allah. Bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Bisa dipertanggungjawabkan artinya. Selebihnya terserah Allah. Kalau ikhlas walaupun sederhana kata-kata kita, Allah-lah yang kuasa menghujamkannya kepada setiap qalbu.

Oleh karena itu, jangan terjebak oleh rekayasa-rekayasa. Allah sama sekali tidak membutuhkan rekayasa apapun dari manusia. Allah Mahatahu segala lintasan hati, Mahatahu segalanya! Makin bening, makin bersih, semuanya semata-mata karena Allah, maka kekuatan Allah yang akan menolong segalanya.

Buah apa yang didapat dari seorang hamba yang ikhlas itu? Seorang hamba yang ikhlas akan merasakan ketentraman jiwa, ketenangan batin. Betapa tidak? Karena ia tidak diperbudak oleh penantian untuk mendapatkan pujian, penghargaan, dan imbalan. Kita tahu bahwa penantian adalah suatu hal yang tidak menyenangkan. Begitu pula menunggu diberi pujian, juga menjadi sesuatu yang tidak nyaman. Lebih getir lagi kalau yang kita lakukan ternyata tidak dipuji, pasti kita akan kecewa.

Tapi bagi seorang hamba yang ikhlas, ia tidak akan pernah mengharapkan apapun dari siapapun, karena kenikmatan baginya bukan dari mendapatkan, tapi dari apa yang bisa dipersembahkan. Jadi kalau saudara mengepel lantai dan di dalam hati mengharap pujian, tidak usah heran jikalau nanti yang datang justru malah cibiran.

Tidak usah heran pula kalau kita tidak ikhlas akan banyak kecewa dalam hidup ini. Orang yang tidak ikhlas akan banyak tersinggung dan terkecewakan karena ia memang terlalu banyak berharap. Karenanya biasakanlah kalau sudah berbuat sesuatu, kita lupakan perbuatan itu. Kita titipkan saja di sisi Allah yang pasti aman. Jangan pula disebut-sebut, diingat-ingat, nanti malah berkurang pahalanya.

Lalu, dimanakah letak kekuatan hamba-hamba Allah yang ikhlas? Seorang hamba yang ikhlas akan memiliki kekuatan ruhiyah yang besar. Ia seakan-akan menjadi pancaran energi yang melimpah. Keikhlasan seorang hamba Allah dapat dilihat pula dari raut muka, tutur kata, serta gerak-gerik perilakunya. Kita akan merasa aman bergaul dengan orang yang ikhlas. Kita tidak curiga akan ditipu, kita tidak curiga akan dikecoh olehnya. Dia benar-benar bening dari berbuat rekayasa. Setiap tumpahan kata-kata dan perilakunya tidak ada yang tersembunyi. Semua itu ia lakukan tanpa mengharap apapun dari orang yang dihadapinya, yang ia harapakan hanyalah memberikan yang terbaik untuk siapapun.

Sungguh akan nikmat bila bergaul dengan seorang hamba yang ikhlas. Setiap kata-katanya tidak akan bagai pisau yang akan mengiris hati. Perilakunya pun tidak akan menyudutkan dan menyempitkan diri. Tidak usah heran jikalau orang ikhlas itu punya daya gugah dan daya ubah yang begitu dahsyat.

Dikisahkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Turmudzi dan Ahmad, sebagai berikut :

Tatkala Allah SWT menciptakan bumi, maka bumi pun bergetar. Lalu Allah pun menciptkana gunung dengan kekuatan yang telah diberikan kepadanya, ternyata bumi pun terdiam. Para malaikat terheran-heran akan penciptaan gunung tersebut. Kemudian mereka bertanya? “Ya Rabbi, adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada gunung?”

Allah menjawab, “Ada, yaitu besi” (Kita mafhum bahwa gunung batu pun bisa menjadi rata ketika dibor dan diluluhlantakkan oleh buldozer atau sejenisnya yang terbuat dari besi).

Para malaikat pun kembali bertanya, “Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada besi?”

Allah yang Mahasuci menjawab, “Ada, yaitu api” (Besi, bahkan baja bisa menjadi cair, lumer, dan mendidih setelah dibakar bara api).

Bertanya kembali para malaikat, “Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada api?”

Allah yang Mahaagung menjawab, “Ada, yaitu air” (Api membara sedahsyat apapun, niscaya akan padam jika disiram oleh air).

“Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari air?” Kembali bertanya para malaikta.

Allah yang Mahatinggi dan Mahasempurna menjawab, “Ada, yaitu angin” (Air di samudera luas akan serta merta terangkat, bergulung-gulung, dan menjelma menjadi gelombang raksasa yang dahsyat, tersimbah dan menghempas karang, atau mengombang-ambingkan kapal dan perahu yang tengah berlayar, tiada lain karena dahsyatnya kekuatan angin. Angin ternyata memiliki kekuatan yang teramat dahsyat).

Akhirnya para malaikat pun bertanya lagi, “Ya Allah adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih dari semua itu?”

Allah yang Mahagagah dan Mahadahsyat kehebatan-Nya menjawab, “Ada, yaitu amal anak Adam yang mengeluarkan sedekah dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya tidak mengetahuinya.”

Artinya, orang yang paling hebat, paling kuat, dan paling dahsyat adalah orang yang bersedekah tetapi tetap mampu menguasai dirinya, sehingga sedekah yang dilakukannya bersih, tulus, dan ikhlas tanpa ada unsur pamer ataupun keinginan untuk diketahui orang lain.

Inilah gambaran yang Allah berikan kepada kita bagaimana seorang hamba yang ternyata mempunyai kekuatan dahsyat adalah hamba yang bersedekah, tetapi tetap dalam kondisi ikhlas. Karena naluri dasar kita sebenarnya selalu rindu akan pujian, penghormatan, penghargaan, ucapan terima kasih, dan sebagainya. Kita pun selalu tergelitik untuk memamerkan segala apa yang ada pada diri kita ataupun segala apa yang bisa kita lakukan. Apalagi kalau yang ada pada diri kita atau yang tengah kita lakukan itu berupa kebaikan.

Nah, sahabat. Orang yang ikhlas adalah orang yang punya kekuatan, ia tidak akan kalah oleh aneka macam selera rendah, yaitu rindu pujian dan penghargaan. Allaahuakbar.

Oleh : Abdullah Gymnastiar


Friday, September 21, 2012

Sayang Nabi: Dari Nurani ke Demonstrasi
Prof Madya Dr Mohd Asri Zainul Abidin
21 September 2012
Innocence of Muslim adalah sebuah karya bangsat yang menjijikkan. Ini diakui oleh banyak pengkritik filem di Barat sekalipun. The New York Daily News menyebutnya sebagai “an obscenely inept vanity project” that is “far beneath any reasonable standard of movie-making”.

Saya tidak bersetuju apabila seorang MP DAP menyatakan demonstrasi aman bantahan terhadap filem ‘Innocence of Muslims” hanya membuang masa umat Islam.

Kenyataannya itu tidaklah begitu jauh dari ‘fatwa’ beberapa ahli agama muda UMNO yang mengharamkan semua jenis demonstrasi aman sekalipun untuk melahir bantahan penghinaan kepada Nabi Muhammad s.a.w. Pandangan mereka juga telah saya tidak setuju sejak dahulu.

Saya tidak pasti apakah tujuan MP DAP tersebut membuat kenyataan itu sedangkan PR sebelum ini berkempen untuk rakyat turun ke jalan menyatakan bantahan mereka dalam pelbagai perkara.

Tidak pula tokoh DAP yang anggota PR berkenaan menyatakan rakyat telah buang masa dengan dan sepatutnya mencari pendekatan yang lain.

Namun apabila tiba kepada perkara yang sensitif bagi umat Islam, maka timbul pandangan bahawa itu membuang masa. Sebagai rakyat Malaysia, ahli politik lagi, beliau sekalipun bukan Muslim patut tahu bahawa insan yang bernama Muhammad bin ‘Abdullah itu lebih lebih berharga dari segalanya dalam kehidupan Muslim.
Haram, haram, haram,

Saya juga tidak setuju dengan sekumpulan agama dalam UMNO yang sibuk untuk mengharamkan demonstrasi aman membantah filem yang menghina Nabi s.a.w kerana kononnya itu tidak pernah ditunjukkan oleh Nabi s.a.w dan bukan amalan salafussoleh.

Malangnya, mereka tidak bising apabila kerajaan saban tahun membuat sambutan maulid yang mengandungi perhimpunan, perarakan, kibaran slogan dan bendera dan pelbagai lagi. Itu semua hakikatnya adalah demonstrasi ataupun tunjuk perasaan.

Sama ada sayang ataupun marah, kesemuanya perasaan. Apa yang dibuat saban tahun itu bukan dari petunjuk Nabi s.a.w. Bahkan tiada alasan yang kukuh untuk ia dibuat demikian rupa dan saban tahun pula. Pun begitu, ia tidak ‘sakan’ dibantah. Namun apabila tiba isu menunjukkan rasa sayangkan Nabi s.a.w serta marahkan penghinaan kepada baginda, dan alasan untuk itu juga kukuh, tiba-tiba fatwa haram dikeluarkan lagi. Alasannya, Nabi s.a.w dan sahabat tidak pernah buat. Menariknya, fatwa itu disiarkan dalam blog, facebook dan twitter yang kesemua media itu juga pernah digunakan pada zaman Nabi s.a.w. dan sahabat r.a.

Apapun saya suka dengan Pemuda UMNO dan PAS yang berhasrat untuk menyatakan bantahan aman mereka. Saya juga bercakap dengan Saudara Khairy Jamaludin untuk menganjurkan bersama ‘malam seni cintakan Nabi s.a.w. Beliau turut bercadang mengajak pihak PAS juga.

Penggiat seni Puan Erma Fatima mencadangkan kepada saya untuk diajak semua pihak terutama penggiat filem bersama. Ini isu kita bersama. Saya suka suasana ini. Muslim itu, siapa pun dia, Nabi Muhammad s.a.w tetap agung di lubuk jantung hatinya.

Demo Zaman Kini

Saya akur demonstrasi aman bukan satu-satunya jalan dalam menyatakan perasaan. Demontrasi juga bukan semestinya penyelesaian. Masih terdapat pelbagai cara untuk menzahirkan cinta dan mempertahankan baginda s.a.w. Pada hari ini, kita boleh menulis di media, di facebook, menghasilkan video, berseni dan pelbagai lagi.

Namun, bukan semua orang mampu untuk melakukan pendekatan itu, sedangkan Nabi s.a.w itu dicintai oleh setiap Muslim dari pelbagai latar belakang. Bukan sahaja yang pandai menulis dan membaca, juga yang buta huruf dan tidak bersekolah tinggi.

Bukan sahaja orang muda yang aktif di media maya, juga orang tua yang uzur dan yang hanya mampu menulis di kertas sahaja. Demonstrasi aman dapat menghimpunkan semua mereka, untuk berkongsi rasa dan menzahirkannya. Maka demonstrasi aman memberi ruang kepada banyak pihak.

Dunia Barat sekalipun hampir berjaya menghapuskan illiteracy dan penggunaan media maya begitu luas dan bebas, namun demonstrasi aman masih satu pendekatan yang terus diguna pakai oleh mereka. Bagaimana dunia akan tahu hasrat rakyat Catalonia hari ini untuk bebas dari Spain jika tidak lebih juta rakyat yang keluar ke jalan menyatakan hasrat mereka.

Siapa yang akan tahu tentang pencemaran alam sekitar, penindasan golongan minoriti dan seumpamanya jika tidak suara demonstrasi para pejuangnya. Demonstrasi aman adalah saluran yang membolehkan perubahan dibuat di serata dunia. Demikianlah demonstrasi aman itu berfungsi dalam kehidupan politik manusia pada hari ini.

Jika manusia lain sanggup berhimpun untuk membantah pencemaran alam, mengapa tidak kita keluar membantah pencemaran imej Nabi s.a.w yang membawa rahmat untuk sekalian alam. Jika orang sanggup membuat demonstrasi membantah perkara yang lekeh, mengapa tidak kita keluar membantah penghinaan perkara yang asas dalam kehidupan kita. Nabi s.a.w ketika mengulas pertanyaan sahabah yang mendapat upah berjampi menggunakan ayat al-Quran, baginda menyebut: “Ambillah, demi sesungguhnya orang makan dari jampi yang batil, engkau makan dari jampi yang sebenar” (Riwayat Abu Daud, dinilai sahih). Jika dikias, kalau orang berdemonstrasi dalam perkara yang salah, kita berdemonstrasi dalam perkara yang betul!

Ganas

Namun kita menentang demonstrasi ganas yang merosakkan harta awam, ataupun yang gagal mengawal diri dan memelihara akhlak yang diajar oleh Nabi Muhammad s.a.w itu sendiri. Jangan tuduh pihak yang tidak terlibat. Jika itu berlaku maka itu ‘defeating the purpose’. Apa yang berlaku di Benghazi, Libya adalah memalukan dan merosakkan nama Islam itu sendiri. Ia seakan membenarkan dakwaan dusta bahawa Islam itu ganas.

Perbuatan membunuh duta dilarang oleh Nabi s.a.w. Ketika wakil Musailamah al-Khazzab yang mengaku nabi dan mereka itu telah mengkhianati baginda datang, baginda bersabda: “Kalaulah aku ini boleh membunuh para perwakilan, nescaya aku (arahkan) bunuh kamu berdua”. Kata ‘Abdullah bin Mas`ud: “Telah menjadi suatu sunnah bahawa para perwakilan tidak boleh dibunuh”. ((Riwayat Abu Daud, Ahmad, al-Bazzar, Abu Ya’la kata al-Haithamiy (wafat 807H):Sanad-sanad mereka adalah hasan.) Kata Syams al-Haq al-Abadi: “Pada hadis ini dalil yang menunjukkan haramnya membunuh para perwakilan”( `Aun al-Ma’bud, 7/314. Beirut : Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah).

Namun, itu tidak bererti demonstrasi aman yang tidak ganas diharamkan. Jika ada pemandu yang tidak dapat mengawal diri dan berlaku kemalangan, tidak mungkin untuk diharamkan semua kereta dan jalan raya. Haramkan keganasan, tetapi ruang tetapi ada untuk cara yang baik dan aman.

Cinta

Seorang muslim yang sebenar cintakan Nabi s.a.w. Cintanya kepada Nabi s.a.w itu tetap subur walaupun kadang-kala dirinya sendiri tidak begitu baik.

Nabi s.a.w sendiri mengakui hakikat ini. “Seorang lelaki bernama ‘Abdullah, digelar ‘himar’ (kaldai). Dia pernah menyebabkan Rasulullah s.a.w ketawa.

Juga pernah Nabi s.a.w. menyebatnya (menjatuhkan hukuman) disebabkan kesalahan meminum arak. Pada suatu hari dia ditangkap lagi (disebabkan kesalahan meminum arak), maka baginda pun menghukum lalu dia disebat. Seorang lelaki berkata: “Ya Allah! Laknatilah dia, alangkah kerap dia ditangkap”. Lantas Nabi s.a.w pun bersabda: “Jangan kamu semua melaknatinya! Demi Allah apa yang aku tahu dia mencintai Allah dan RasulNya”. (Riwayat al-Bukhari).

Apatahlagi para pejuang yang ingin menyampaikan mesej baginda kepada dunia ini. Cinta mereka membara. Lihatlah sahabah Nabi s.a.w. Zaid bin al-Dathinah apabila dia ditangkap oleh pemimpin Quraish yang menentang Nabi s.a.w. pada zaman itu lalu dibawa untuk dibunuh.

Ketua Quraish Abu Sufyan –ketika itu belum menganut Islam- bertanya kepadanya: “Wahai Zaid, aku bertanya engkau dengan nama Allah, tidakkah engkau suka Muhammad berada di tempat engkau sekarang, kami pancung kepalanya, dan engkau berada di samping keluargamu”. Jawab Zaid: “Aku tidak suka Muhammad berada di tempat dia berada sekarang terkena duri sedangkan aku pula berada di samping keluargaku”. Kata Abu Sufyan: “Aku tidak pernah melihat seseorang mengasihi seseorang seperti kasihnya sahabat-sahabat Muhammad kepada Muhammad” (Ibn Kathir, Al-Bidayah wa al-Nihayah, 4/75 Beirut: Dar al-Kutub al-’Ilmiyyah).

Lihatlah sahabat teragung Nabi s.a.w Abu Bakar al-Siddiq. Dalam riwayat Abu Ya’la yang dinilai sahih oleh al-Hafizd Ibn Hajar al-‘Asqalani dalam al-Isabah daripada Anas bin Malik r.a yang menceritakan tentang hari Abu Quhafah, iaitu bapa Saidina Abu Bakar al-Siddiq menganut Islam.

Pengislaman beliau agak lewat. Abu Bakar r.a memang begitu mengharapkan bapanya itu menerima Islam. Menariknya, apabila Abu Quhafah menghulurkan tangannya kepada Nabi s.a.w untuk menganut Islam, Abu Bakar menangis. Nabi s.a.w bertanya: “Apakah yang membuatkan engkau menangis wahai Abu Bakar?”.

Jawabnya: “Seandainya tangan bapa saudaramu (Abu Talib) berada di tempat bapaku sekarang, lalu dia (Abu Talib) menganut Islam sehingga engkau gembira lebih aku suka dari bapaku sendiri menganut Islam”. Demikian halusnya perasaan Abu Bakar, kegembiraan bapanya menganut Islam itu tenggelam apabila mengenang Nabi s.a.w tidak memperoleh kegembiraan yang sama disebabkan bapa saudara kesayangan baginda (Abu Talib) tidak menganut Islam. Abu Bakar membayangkan alangkah baik jika Abu Talib yang berada di tempat bapanya ketika itu.

Demikian hati budi seorang Muslim. Semua itu adalah manifestasi dari apa yang Nabi s.a.w sabdakan: “Demi (Tuhan) yang diriku berada dalam tangannya, tidak beriman seseorang kamu sehingga aku lebih dikasihinya dari dirinya, bapanya dan anaknya” (Riwayat al-Bukhari).

Mereka yang tidak merasai kemanisan nikmat iman mungkin tidak faham hakikat ini. Mereka kehairanan kenapa Muslim sedih dan emosi apabila Nabi mereka disakiti. Sesiapa yang hendak jadi ahli politik dalam masyarakat Muslim, kena memahami latar pegangan dan nilai dalaman mereka.

Friday, September 14, 2012

Taat pada penguasa ada batasnya
  • Dr Mohd Asri Zainul Abidin
  • 4:38PM Sep 13 2012
 
Pada Sabtu ini, saya Insya-Allah akan membentangkan kertas dalam Konvensyen Fiqh Politik Islam Semasa di Universiti Islam Antarabangsa Malaysia (UIA), Gombak.

Tajuk yang diberikan kepada saya ialah "Mentaati Pemerintah: Antara Literal dan Maqasid".

Oleh kerana penyertaan ke konvensyen itu terhad, maka saya ingin berkongsi sedikit di ruangan yang terhad ini mengenai tajuk tersebut.

Mentaati pemerintah ini termasuk dalam fikah siasah iaitu fikah Islam yang berkaitan dengan imarah, imamah ataupun kepimpinan dalam Islam.
Perbezaan pandangan dalam hal ini, bukanlah masalah akidah. Saya sebutkan ini kerana ada golongan muda agama politik tertentu yang menganggap isu ini isu akidah.

Dalam erti kata lain, sesiapa yang tidak taat kepada kerajaan bererti rosak akidahnya. Ini tidak tepat. Al-Imam Ibn ‘Ashur ketika menyebut tentang sebab-sebab perpecahan:

"Kelima: memasukkan ke dalam tauhid perkara-perkara yang bukan daripadanya. Tujuan untuk membesarkannya pada mata orang awam seperti masalah khilafiyyah, tentang keluar menentang penguasa, mengenai mengikut salah satu imam mazhab yang empat...." (Muhammad Tahir ibn ‘Asyur, Alaisa al-Subh bi Qarib, 186. Tunisia: Dar Suhnun)

Walaupun tujuan mereka mungkin untuk menghalang fitnah yang mereka jangka, tetapi memasukkan bab-bab itu ke dalam tauhid adalah tidak benar.


Ia akan membawa kekecohan bawa iaitu kafir-mengkafir, ataupun sesat menyesat kerana politik.

Hal yang sama berlaku kepada golongan yang menjadikan penyertaan kepada parti politik mereka termasuk dalam isu akidah, lantas mereka mengkafirkan ataupun memandang sesat sesiapa yang tidak menyokong parti tertentu.

Sejarah hitam kafir mengkafir di Malaysia adalah hasil dari nas-nas agama ditafsirkan menurut kehendak politik kepartian.

Rukun kedamaian

Mentaati ulil amri ataupun penguasa adalah rukun dalam penegakan maslahah siasiyah (kemaslahatan politik).

Mustahil dapat diwujud satu kerajaan yang aman dan kuat yang melaksanakan kemaslahan rakyat tanpa ketaatan daripada rakyat itu sendiri.

Ini seperti mana mustahil dapat ditegakkan keamanan tanpa keadilan daripada pemerintah yang menguruskan kehidupan negara dan rakyat. Allah menegaskan dalam al-Quran, Surah al-Nisa' ayat 58-59 yang bermaksud:

"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu supaya menyerahkan segala jenis amanah kepada ahlinya (yang berhak menerimanya), dan apabila kamu menjalankan hukum antara manusia, (Allah menyuruh) kamu menghukum dengan adil.

"Sesungguhnya Allah dengan (suruhan-Nya) itu memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kamu. Sesungguhnya Allah sentiasa Mendengar, lagi sentiasa Melihat.

"Wahai mereka yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul dan uli al-Amr dari kalangan kamu. Kemudian jika kamu berselisih pendapat dalam sesuatu maka kembalilah kepada Allah (al-Quran) dan al-Rasul (sunnah), jika kamu benar beriman dengan Allah dan hari akhirat. Yang demikian itu yang paling utama dan paling baik akibatnya."

Ayat perintah ketaatan datang selepas penegasan Allah tentang tanggungjawab memilih pemimpin dan orang yang layak untuk memegang amanah, kemudian pemimpin pula berhukum dengan adil.

Apabila dua tanggungjawab utama itu dilaksanakan, mana datangnya penegasan tanggungjawab ketaatan.

Imam al-Qurtubi dalam tafsirnya menyebut petikan ucapan yang disandarkan kepada Ali bin Abi Talib:

"Tanggungjawab pemerintah ialah berhukum dengan adil dan menunaikan amanah. Apabila dia melakukan yang demikian, wajib ke atas muslimin untuk mentaatinya kerana Allah memerintahkan kita menunaikan amanah dan adil, kemudian memerintah agar mentaati pemerintah". (Al-Qurtubi: Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ahmad, al-Jami' li Ahkam al-Quran, 5/359. Beirut: Dar al-Fikr)

Ibn Hajar al-‘Asqalani (meninggal 852H) menyebut dalam kitab
Fath al-Bari:

"Antara jawaban yang menarik, ungkapan kalangan tabiin kepada para pemerintah Bani Umayyah apabila ada yang berkata: Tidakkah Allah memerintahkan kamu untuk taat kepada kami dalam firman-Nya ‘dan Ulil Amri dari kalangan kamu'.

"Maka dijawab: 'Tidakkah kewajiban taat itu telah dicabut (dibatalkan) apabila kamu menyanggahi kebenaran dengan firman-Nya ‘jika kamu berselisih pendapat dalam sesuatu maka kembalilah kepada Allah (al-Quran) dan ar-Rasul (Sunnah), jika kamu benar beriman dengan Allah. (Ibn Hajar al-‘Asqalani, Fath al-Bari 15/4. Beirut: Dar al-Fikr).

Dalam Tafsir al-Nasafi disebut dialog ini antara tokoh tabiin yang terkenal Abu Hazim dengan Maslamah bin ‘Abd al-Malik bin Marwan.
(Jilid 1/232. Beirut: Dar al-Fikr)

Ini kerana, apabila pemerintahan menyanggahi kebenaran, maka hilanglah kemaslahatan siasah yang menjadi kewajibannya untuk dia tegakkan.

Maka, ketika itu penilaian terhadap arahan pemerintah hendaklah dirujuk kepada asas-asas ajaran Allah dan rasul-Nya.

Tidak mutlak

Maka, ketaatan kepada para pemerintah ada batasannya. Hak untuk mereka ditaati tidak sama dengan ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya. Ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya adalah mutlak.
Allah dan rasul tidak boleh dibantah. Dalam masa yang sama kita tahu segala arahan yang bersifat syariat yang datang dari keduanya adalah untuk kemaslahatan manusia.

Hal ini tidak sama dengan para pemerintah. Ketaatan kepada mereka tidak mutlak. Mereka sentiasa terdedah kepada kepentingan diri seperti mana manusia lain, maka bukan semestinya semua yang datang dari mereka itu untuk maslahat rakyat dan negara.

Kemungkinan arahan mereka membawa kerosakan bukan kemaslahatan, yang mana ia bercanggah dengan prinsip-prinsip Islam.Untuk itu jika kita melihat firman Allah dalam hal ini, Allah menyebut yang bermaksud:
"Wahai mereka yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul dan Ulil Amr dari kalangan kamu. Kemudian jika kamu berselisih pendapat dalam sesuatu maka kembalilah kepada Allah (al-Quran) dan al-Rasul (Sunnah), jika kamu benar beriman dengan Allah dan hari akhirat. Yang demikian itu yang paling utama dan paling baik akibatnya."

Ibn Hajar dalam Fath al-Bari menukilkan kata-kata al-Tibi:

"Berkata al-Tibi: Allah mengulangi arahan dalam firman-Nya ‘taatilah Rasul' sebagai isyarat bahawa kemutlakan Rasul itu dalam ketaatan. Dia tidak mengulanginya pada ulil amr sebagai isyarat terdapat dalam kalangan mereka (ulil amri) yang tidak wajib ditaati.

"Kemudian Allah terangkan perkara itu dengan firman-Nya ‘jika kamu berselisih pendapat dalam sesuatu...' seakan dikatakan jika mereka tidak beramal dengan kebenaran maka kamu jangan taat dan kembalikan apa yang kamu selisihkan mengenainya kepada hukum Allah dan Rasul-nya". (Ibn Hajar al-‘Asqalani, Fath al-Bari 15/4)

Taat dalam perkara ijtihadi

Tidak dinafikan kadang-kala ada tindakan pemerintah yang tidak dipersetujui oleh rakyat bawahan sedangkan tindakan itu tidak mungkar.

Maka sekiranya tindakan itu tidak menyanggahi syarak, tidak membawa mafsadah (kerosakan) yang nyata ataupun bukan satu kezaliman, maka ia termasuk dalam batas-batas ijtihad pemerintah yang diizinkan syarak, dan rakyat mesti taat.

Ini kerana jika setiap orang mahu bertindak mengikut ijtihad sendiri dalam perkara yang membabitkan kepentingan awam, tentu rosak keadaan negara dan musnah kemaslahatan awam.

Dalam keadaan seperti ini, ijtihad rakyat hendaklah akur kepada bidang kuasa pemerintah dalam perkara yang membabitkan pengurusan kemaslahatan awam.

Daripada ‘Abd Allah bin ‘Umar RA, daripada Nabi SAW, sabda baginda:

"Dengar dan taat (kepada pemerintah) adalah kewajipan setiap individu muslim dalam perkara yang dia suka atau benci selagi dia tidak diperintahkan dalam perkara maksiat. Apabila dia diperintahkan dalam perkara maksiat maka tiada lagi dengar dan taat. (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)

Hadis di atas dengan jelas mewajibkan setiap muslim mentaati para pemerintah dalam apa jua perkara, selagi tidak berbentuk maksiat kepada Allah.

Bahkan dalam hadis di atas baginda Nabi SAW menegaskan bahawa ketaatan kepada para pemerintah merangkumi perkara yang disukai atau dibenci selagi ia tidak menyanggahi Allah.

Kata al-Nawawi (wafat 676H) dalam mensyarahkan hadith berkenaan:

"Maksudnya, wajib mentaati para pemerintah dalam perkara yang susah, yang tidak disukai oleh jiwa dan selainnya dalam perkara yang tidak maksiat". (Al-Nawawi, Syarah Sahih Muslim 12/537, Beirut: Dar al-Khair).

Dengan itu, jika pandangan kita berbeza dengan pandangan pemerintah sedangkan pandangan pemerintah itu bersifat ijtihadiyyah yang tidak menyanggahi al-Quran dan al-Sunnah secara jelas, juga kemaslahatan awam secara nyata, maka kita diamkan diri dan serahkan urusan tersebut kepadanya.


Ini tidak menghalang kita memberikan pandangan kita melalui saluran yang disediakan.

Membezakan

Maka, rakyat hendaklah membezakan antara perkara mungkar, zalim dan mafsadah (merosakkan) dengan ijtihad pemerintah yang mungkin tidak disukai oleh sesetengah pihak tetapi ia tidak mungkar, tidak zalim dan tidak merosakkan kepentingan awam.

Maka bahagian yang kedua termasuk dalam ijtihad pemerintah yang wajib ditaati oleh seorang muslim sekalipun dia tidak menyukainya.

Namun, jika ia mungkar, kezaliman dan kerosakan yang nyata, maka ia tidak ditaati.

PROF MADYA DATUK DR MOHD ASRI ZAINUL ABIDIN bekas mufti Perlis. Artikel ini pandangan peribadi penulis dan tidak semestinya melambangkan pendirian rasmi Malaysiakini.

Thursday, September 13, 2012

Sayangi Diri Sebelum Menyayangi Orang Lain


Selagi kita manusia selagi itu kita berbeza. Islam mengiktiraf perbezaan. Perbezaan bukan semestinya satu pertentangan.
Perbezaan adalah rahmat kerana sudut pandang yang berbeza itu memberikan satu perspektif yang lebih holistik.

Setiap individu, kelompok... pasti ada titik butanya masing-masing. Apa yang dilihatnya jelas, mungkin kabur pada pandangan orang lain. Manakala ada yang dilihatnya kabur, jelas pula pada pandangan orang lain.
alt 
Dengan menggabungkan pelbagai sudut pandang, ufuk pandangan kita akan lebih luas. Dan ini mengurangkan sikap prajudis dan ketaksuban.

Manfaatkan persamaan. Uruskan perbezaan. Apapun, adab dan akhlak dalam berbeza pandangan itu sangat penting dan utama dipertahankan.
Adab itu lebih utama dipertahankan berbanding 'perkara ranting' yang sedang dipertikaikan. Ramai orang yang bijak, tetapi masih sedikit orang yang berakhlak. Hanya dengan kebijaksanaan dan kasih sayang kita dapat mencari kebenaran... Jika tidak yang kita cari cuma kemenangan. Biar kalah hujah, asalkan 'menang' akhlak. Justeru, selamanya manusia  'dont care how much you know untill the know how much you care'.

Mudahnya sikap melabel, mempertikaikan akidah, malah hingga ketahap meragui keislaman orang lain yang berbeza disiplin ilmu dengan kita, seharusnya dapat dielakkan. Kekadang saya melihat, soal peribadi sudah mengelabui soal prinsip. Agama di jadikan bukti hujah tetapi kedengkian bersalut dunia itu jugalah yang menjadi motif utamanya. Bukan menuding orang lain, tetapi satu muhasabah buat diri sendiri dan mengingatkan yang lain.

Pandanglah manusia lain dengan pandangan sayang. Semua muslim bersaudara. Selagi bersaudara kita umpama satu jasad. Melukai hati mereka samalah melukai diri kita sendiri. Sakitnya mesti terasa kerana saraf iman kita sama. Iman itu akar, buahnya kasih sayang. Jika mereka  bersalah sekalipun, mereka masih berhak mendapat kasih sayang kita. Apatah lagi jika sekadar 'ter'salah.

Kesukaran mendidik diri sewajarnya meningkatkan kesabaran kita mendidik orang lain. Jangan kasar. Jangan marah. Perlembutkan bahasa, lunakkan sentuhan... kemukakan hujah secara ilmiah dengan bujukan dan kemesraan. Begitu Rasulullah saw mengajar kita. Yang benar, mesti diperjuangkan secara yang benar juga. Kesalahan orang lain, jangan diledakkan di khalayak ramai (termasuk laman sosial di internet) tanpa bersemuka dengan yang berkenaan terlebih dahulu. Dan sebelum bersemuka, tanamkan dalam hati... aku berbuat demikian demi kasih sayang dan cintaku kepada saudara muslim ku.

Siapa yang mencari kebaikan, akan bertemu kebaikan. Orang yang baik berhak bertemu dengan orang yang baik sepanjang perjalanan hidupnya. Sekalipun, dia bertemu dengan 'orang yang jahat' namun kebaikan jualah yang akan dapat dirasai daripada kejahatan itu. Bukan soal siapa yang kita temui, tetapi siapa kita ketika menemui mereka.

Bertemu dengan orang, seperti bertemu dengan makanan. Ada makanan yang lazat, berzat dan berkat. Ada makanan yang tidak sedap, jangan mencelanya. Tinggalkan dengan baik. Maka begitulah dengan kenalan mu. Jika ternyata, mereka tidak dapat membawa kita menjadi lebih baik... tinggalkan. Tetapi jangan memutuskan. Jarakkan diri, tetapi jangan mencelanya. Dia akan bertemu dengan orang yang lebih baik daripada kita dan kita akan bertemu dengan orang yang lebih baik daripadanya.

Insya-Allah, jika kita berani berbuat demikian, belenggu yang mengikat hati dan diri kita akan terungkai. Kita akan terbang lebih tinggi setelah belenggu itu terungkai. Dia pun akan melonjak lebih jauh tanpa kehadiran kita di sisi. Begitulah, kekadang perpisahan itu lebih baik daripada pertemuan... asalkan tidak ada permusuhan.
Apapun, sayangilah diri sebelum menyayangi orang lain... kerana itu petanda kesempurnaan iman:

SAYANGI DIRI SEBELUM MENYAYANGI ORANG LAIN

"Ustaz, kerana sayang anak-anaklah saya jadi begini," kelohnya perlahan.
"Puan telah terkorban," balas saya juga perlahan.
"Saya terkorban kerana berkorban."

Saya diam. Perlahan-lahan saya renung keadaannya yang daif. Kakinya yang membengkak. Badannya yang sembab. Mukanya yang pucat. Penyakit tiga serangkai telah menyerangnya – darah tinggi, lemah jantung dan kencing manis. Saya dijemput oleh suaminya untuk memberi sedikit-sebanyak nasihat bagi menenangkan hatinya.

Saya masih ingat kata-kata suaminya, "Ustaz, tolong buat sesuatu pada isteri saya. Dia dalam keadaan yang sangat murung. Hampir tidak pernah senyum. Penyakitnya pun semakin berat. Dia perlukan keyakinan untuk sembuh. Jika tidak... "

Tanpa banyak bertanya saya terus memberi persetujuan. Sungguhpun kami berdua hanya kenalan jauh tetapi hajat seorang muslim terhadap saudaranya menjadikan kami dekat. Dan petang ini, saya meluangkan masa untuk bercakap-cakap dengan isteri yang berusia lewat 40'an ini.

"Puan, berkorban tidak semestinya terkorban..." pujuk saya perlahan.
"Mengapa ustaz kata begitu?"
"Sekarang, puan mesti memiliki harapan dan keyakinan yang tinggi untuk sihat," kilas saya menangguhkan jawapan pada pertanyaannya.
"Entahlah... saya seolah-olah putus harapan. Macam manalah anak-anak yang tinggalkan di rumah sekarang. Sudah dua bulan saya ditahan di rumah sakit begini..."

Saya benar-benar simpati, malah empati melihatnya. Masih terngiang-ngiang kata suaminya, "Ustaz, isteri saya sakit sebab terlalu banyak berkorban untuk anak-anak. Sejak anak-anak masih kecil, siang malam dia memberi tenaga, fikiran dan perhatiannya untuk membesarkan anak-anak. Risau dan bimbangnya hanya untuk membesarkan anak-anak. "

"Lalu... kerana itu dia mengabaikan kesihatannya?" tanya saya kepada suaminya.
"Ya. Bukan itu sahaja, dia langsung tidak pernah gembira hanya untuk menggembirakan anak-anak. Kesihatan, pelajaran, makan-minum, pakaian dan segalanya tentang anak-anak dijaganya dengan rapi. Tetapi makan-minumnya sendiri terabai. "

Saya menggeleng-gelengkan kepala. Ini prinsip hidup lilin...membakar diri untuk menerangi orang lain.

"Ustaz, apakah ada salah saya, hingga takdirnya saya menerima nasib begini?" tanya ibu itu menyentap kembali perhatian saya kepadanya.
"Salah puan memang ada..." jawab saya.
"Salah saya?" dia tersentak. Riak mukanya semacam tidak percaya.
"Puan seharusnya menyayangi diri dahulu sebelum menyayangi orang lain," jawab saya pendek.
"Bukan orang lain ustaz, anak-anak saya sendiri!"
"Sekalipun kepada anak sendiri."
"Itu mementingkan diri namanya!"
"Tidak! Menyayangi diri sendiri untuk menyayangi orang lain bukan mementingkan diri. Malah itulah sewajarnya kita lakukan," pintas saya. Nampaknya, saya telah 'berjaya' membuat dia melenting, marah dan memberi respons. Itu bagus. Sekurang-kurangnya dia telah keluar daripada zon kemurungan dan sindrom membisu yang dialaminya sekian lama.
"Mengapa demikian?"
"Hanya orang yang ada kasih sayang sahaja mampu memberi kasih sayang. Logiknya, hanya orang yang ada wang, mampu memberi wang," terang saya.

Sekarang dia pula terdiam. Termenung agak lama. Saya biarkan sahaja dia dengan fikiran dan perasaannya.

"Puan, sebenarnya hanya orang yang sihat sahaja dapat menjaga kesihatan orang lain. Sekarang, cuba lihat... apabila puan sakit, siapa yang hendak menjaga anak-anak puan di rumah? Padahal kalau puan sihat, puan boleh menjaga mereka sekarang."

"Saya tak faham ustaz, apa yang sedang berlaku sekarang. Tolonglah jelaskan," rayu wanita itu.

"Baiklah, mari kita fahami dahulu apa yang telah berlaku. Kemudian kita cuba fahami apa yang sedang berlaku. Dan akhirnya, rancang apa yang perlu kita lakukan nanti."

Mendengar kata-kata saya dia mula mengubah posisi badannya. Daripada berbaring kepada mengangkat badannya lantas bersandar di birai katil. Alhamdulillah, itu petanda positif. Mengubah posisi fizikal adalah proses merubah emosi dan minda. Bukankah untuk meredakan kemarahan kita dinasihatkan agar menukar posisi badan?

"Apa yang telah berlaku dahulu adalah satu kesilapan. Puan seharusnya menjaga kesihatan badan, fikiran, perasaan dan jiwa semasa mengasuh, mendidik dan menjaga anak-anak."
"Maksudnya ustaz?"

"Jaga diri puan dahulu sebelum menjaga anak-anak. Maksudnya, puan perlu menjaga kesihatan jiwa dan badan puan. Itu bukan pentingkan diri. Tujuan kita sihat ialah agar mampu menjaga kesihatan orang lain. Sayangnya, puan telah tersilap, puan terlalu menjaga anak-anak sehingga mengabaikan kesihatan sendiri. Akibatnya, puan jatuh sakit... dan sekarang anak-anak terabai! "

Saya teringat kata-kata seorang pakar pendidikan, "Sebenarnya orang yang mengabaikan kesihatan diri adalah orang yang paling mementingkan diri sendiri." Ketika ditanya mengapa, beliau berkata,"Sebab apabila dia sakit, orang lain yang terpaksa menjaga dirinya. Sebaliknya, orang yang menjaga kesihatan diri... akan sihat. Apabila dia sihat, dia mampu menjaga orang lain yang sakit!"

"Betul juga kata ustaz, sekarang, anak-anak saya terabai dan saya sendiri pun sakit. Rugi-rugi..."
"Yang sudah, sudahlah. Kata bijak pandai, sebaik sahaja mengambil pelajaran daripada kesilapan semalam, ayuh kita lupakan. Fokus kepada hari ini. Sekarang mari kita memahami realiti terkini... Apa yang sedang berlaku sekarang?"
"Saya sedang sakit..."jawab ibu itu.
"Tidak, puan sedang dirawat untuk sihat!"
"Maksud ustaz?"
"Puan mesti bersangka baik dengan Allah dan bersangka baik dengan diri sendiri. Katakan pada diri, aku layak untuk sihat kembali. InsyaAllah, Allah akan berikan kesembuhan itu."

Dia diam. Mukanya tunduk. Saya menambah kata,"Puan mesti sihat kerana puan memang sayangkan diri puan. Puan mesti sayangkan diri puan untuk menyayangi anak-anak puan. Itulah niat dan semangat yang perlu ada dalam diri puan sekarang. Inilah langkah terbaik untuk memulakan hari ini bagi menghapuskan kesalahan semalam."
"Ustaz, saya akan sembuh?"

"Yakinlah pada bantuan Allah. Penyakit lahiriah ini akan mudah ditangani jika hati dan jiwa kita terlebih dahulu diubati. Tanamkan keyakinan, harapan dan sangka baik kepada Allah. Ujian sakit ini sebenarnya untuk tujuan itulah... bagi mengingatkan kita agar kembali kepada Allah. Kembali merintih, berharap dan mengadu kepadaNya."

"Ustaz, tolong doakan agar saya nampak hubungan antara kasih sayang terhadap diri, manusia dan Alllah..."
"Puan, saya pun senasib dengan puan. Masih mencari-cari hakikat kasih sayang Allah. Namun, setakat ini apa yang saya tahu, kita tidak mampu menyayangi manusia lain selagi kita belum menyayangi diri sendiri. Dan kita tidak akan mampu menyayangi diri sendiri sebelum menyayangi Allah!"

Biodata Kolumnis

Ustaz Pahrol Mohd Juoi merupakan seorang penulis buku, artikel, lirik nasyid dan juga skrip. Salah satu buku karangan beliau adalah 'Tentang Cinta.' Penulis kelahiran Ipoh, Perak ini merupakan seorang master trainer untuk syarikat Fitrah Perkasa Sdn. Bhd. dan juga ketua editor majalah Solusi terbitan syarikat Telaga Biru Sdn. Bhd. Blog beliau adalah www.genta-rasa.com.

Wednesday, September 12, 2012



Persiapan hadapi kematian

 
 
Kesibukan urusan di dunia dorong manusia lalai

Sebagai seorang Islam yang berpegang kepada al-Quran dan hadis, kita mempercayai bahawa kehidupan, kematian dan kehidupan selepas mati adalah peringkat kewujudan yang wajib dilalui semua manusia.

Pada peringkat kehidupan kita di dunia, jarang umur manusia melebihi 100 tahun dan puratanya mencapai umur antara 60 hingga 80 tahun. Umur pendek atau panjang tidak menjadi persoalan kerana akhirnya manusia pasti mati.

Bagaimana sihat seseorang, bagaimana megah kuasa dan kaya, namun manusia pasti mati dan meninggalkan dunia fana ini. Malah nabi, Rasul, iaitu manusia yang paling dekat dengan Tuhan, bahkan manusia yang menjadi kekasih Allah SWT pun tidak dapat lari daripada kematian.

Firman Allah SWT: “Di mana saja kamu berada, pasti mati mendatangi kamu, sekalipun kamu bersembunyi di atas mahligai atau benteng yang paling kuat.” (Surah an-Nisaa’, ayat 78)

Setiap manusia pasti mati kerana mati bermakna manusia kembali kepada asal kejadiannya. Ia berasal dari tanah, maka pastilah ia akan kembali menjadi tanah supaya menjadi peringatan kepada manusia.


Kiamat kecil

Persoalan mati adalah suatu kejadian yang hebat, suatu kejadian tidak dapat dielakkan. Apabila seseorang manusia itu mati, ia dikatakan kiamat kecil berlaku pada diri kerana jasadnya hancur lebur kembali menjadi tanah dan roh keluar dari badan. Roh yang menyebabkan kita hidup, boleh mendengar, melihat, berakal, merasai dan berfikir.

Barzakh bermaksud dinding pembatas antara dua benda. Berdasarkan iktikad al-Sunnah wa al-Jamaah, setiap manusia akan berada dalam alam barzakh yang terletak antara alam dunia dan akhirat sebelum dihimpunkan di padang Mahsyar daripada waktu mati sehingga dibangkitkan.

Alam barzakh juga tempat permulaan manusia di hukum segala amalannya di dunia. Seperti mana kesukaran manusia menghadapi keperitan saat nazak kematian, maka jenazah juga sekali lagi menghadapi kesukaran seksaan kubur di alam barzakh.

Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya kubur itu ialah penginapan pertama antara penginapan akhirat, maka sekiranya seseorang itu terlepas dari seksaannya, maka apa yang akan datang kemudiannya akan lebih mudah lagi dan seandainya seseorang itu tidak terlepas (kandas) daripada (seksaannya), maka yang akan datang sesudahnya akan lebih sukar (keras).” (Riwayat al-Tirmizi)

Sahabat Nabi bernama Ubaid bin Umair al-Laitsi pernah berkata: “Setiap mayat yang hendak meninggal, pasti liang lahad yang mana mayat itu di kubur memanggilnya, “Akulah rumah yang gelap gelita, sunyi dan sendiri. Jika waktu hidupmu kau taat kepada Allah SWT maka aku hari ini akan menjadi rahmat bagimu. Jika kau derhaka, maka hari ini aku akan menjadi seksa bagimu. Siapa memasukinya dengan taat, akan keluar dengan bahagia. Dan sesiapa masuk dengan derhaka, dia akan keluar dengan penuh penyesalan.”


Manusia tak terlepas alam kubur

Renungkanlah bagaimana perjalanan seseorang akan berakhir di alam kubur. Ulama al-Rifa’i pernah berkata: “Setiap orang yang takut pada sesuatu pasti akan menghindarinya, kecuali alam kubur. Tidak ada orang yang ingin lari daripadanya melainkan dia akan datang kepadanya. Dia selalu menunggumu tanpa jemu, dan apabila engkau masuk ke dalamnya, engkau tidak akan kembali buat selama-lamanya. Renungilah nasib saudaramu yang kini telah dikuburkan, dulu dia menikmati pemandangan yang indah, kini matanya telah tertanggal, dulu lidahnya fasih bertutur, kini cacing tanah telah memakan mulutnya. Dulu dia sering tertawa, kini giginya hancur terbenam.”

Khalifah Umar bin Abdul Aziz berkata kepada beberapa orang rakannya di dalam satu majlis: “Wahai fulan, engkau telah melepasi satu malam, adakah pernah kau terfikir alam kubur dan penghuninya? Jika kau tahu keadaan sebenarnya dalam kubur, pasti kau tak akan berani mendekatinya.”

Ketika khalifah Umar mengiringi jenazah sahabatnya lalu kubur memanggilnya dan bertanya, “Wahai Umar bin Abdul Aziz, mahukah aku ceritakan kepadamu apakah yang akan aku lakukan terhadap jenazah yang kau cintai ini? Ya, jawab Umar.

Kubur itu menjawab: “Aku akan bakar kain kapannya, aku robek badannya, aku sedut darahnya serta aku kunyah dagingnya. Mahukah engkau tahu apa yang akan aku lakukan pada anggota badannya? Tentu, jawab Umar. Aku cabut satu persatu dari telapak hingga ke tangan, dari tangan ke lengan, dan dari lengan menuju ke bahu. Lalu aku cabut pula lutut dari pehanya, Peha dari lututnya. Aku cabut lutut itu dari betis. Dari betis menuju ke telapak kakinya.

Khalifah Umar menangis dan berkata: “Ketahuilah sahabatku, umur dunia hanya sedikit. Kemuliaan di dalamnya adalah kehinaan. Yang muda akan menjadi tua dan yang hidup akan mati. Celakalah mereka yang tertipu olehnya. Celakalah aku dan bagaimana keadaanku ketika bertemu malaikat maut, saat rohku meninggalkan dunia? Keputusan apakah yang diturunkan oleh Tuhanku.”


Sibuk urusan dunia

Pada akhir zaman ini, semakin kurang atau amat sedikit daripada kalangan manusia yang bercakap mengenai kematian, alam berzakh dan mahsyar, kerana manusia sedang sibuk dengan pembangunan kerjaya, kemewahan dan kelazatan kehidupan dunia serta hiburan.

Kesibukan mencari keseronokan dan kelazatan dunia adalah penyumbang terbesar kelalaian manusia mengingati mati dan membuat persediaan menghadapi kematian. Insaflah dan sedarlah mengenai kehidupan yang sebenarnya dan jangan kita lalai daripada mengingati kematian.

Tuesday, September 11, 2012

UJIAN CINTA…

29 Ogos 2012
Oleh Ustaz Pahrol Mohd Juoi
 
Urutannya tidak seperti biasa. Kali ini agak perlahan dan kurang bermaya. Sambil mengurut, dia bercerita. Cerita sedih yang dialaminya menjelang Hari Raya. “Wak” begitulah panggilan mesra saya kepadanya. Dia seorang pendatang dari negara seberang yang bekerja sebagai buruh binaan di projek perumahan berhampiran dengan rumah saya.

“Saya tidak sangka ustaz, isteri saya buat begini…” katanya sambil mengurut tangan kanan saya. Saya mula mengenali Wak sejak anak lelaki saya tergeliat kakinya dan kami sama-sama mencari tukang urut. Kami temui Wak melalui perbualan dengan seorang kawan tentang adanya seorang tukang urut yang ‘handal’ di pinggir taman tempat kami tinggal. Sejak hari itu, dia akan datang mengurut secara tetap sebulan sekali di rumah saya. Kadangkala bukan kerana sakit, tetapi hanya untuk mengekalkan hubungan saudara seagama.

“Hampir sepuluh tahun saya bekerja di sini, hampir semua hasil pendapatan saya kirimkan kepadanya. Ustaz pun lihat betapa saya begitu berjimat kerana hendak menyenangkan hidup isteri di kampung.”
“Wak memang suami yang setia…” balas saya.
“Malangnya, isteri saya tidak ustaz. Saya dikhianati!”

Setelah sepuluh tahun bekerja di Malaysia, Wak tekad untuk membawa isterinya hidup bersama diperantauan. Biar susah senang, hidup bersama. Begitu azam Wak. Lalu dia bekerja lebih keras lagi, mengumpul wang untuk mendapat visa, tambang dan segala prasarana buat isteri tinggal bersama di Malaysia. Disediakannya bilik dan segala peralatan yang perlu di celah-celah rumah kongsi di tepi tapak projek perumahan dia bekerja. Wak impikan isteri menjadi ‘ratu’ penghias istana hatinya!

Akhirnya Wak berjaya membawa isterinya ke Malaysia. Betapa gembiranya dia saat itu dapat saya rasakan semasa dia mengurut saya sebaik sahaja pulang daripada ‘mengambil’ isterinya.
“Isteri saya sudah di rumah sekarang. Bulan hadapan dia akan mula bekerja.”
“Tahniah Wak,” kata saya sambil merenung matanya yang bersinar. 

Bayangkan selama sepuluh tahun berjauhan (pulang hanya sekali setahun), kini Wak tinggal bersama isteri. Biarlah bilik di rumah kongsi itu sempit, tetapi bagi Wak, dapat bersama isteri itupun sudah satu kelapangan.

Namun sayang, hanya 6 bulan kemudian… Menjelang Hari raya…
“Dia lari ikut lelaki lain ustaz. Saya ditinggalkan. Saya dapat tahu juga semua harta yang saya belikan untuknya di kampung halaman kami pun turut dijualnya. Saya kosong ustaz. Hati saya kosong, harta saya kosong,” luah Wak hampir menangis.

Spontan tangan saya memegang tangannya. Saya pegang dan genggam erat tangannya. Saya terlupa bahawa saya masih diurut.
“Wak… Allah ada, akhirat ada.”

Itu sahaja yang dapat saya katakan. Saya juga kehilangan kata-kata.
“Ustaz, saya tak layak bersamanya… Saya tak segak. Saya tak kaya. Saya hanya buruh.”

“Tidak Wak. Bukan Wak yang tidak layak dengannya tetapi dia yang tidak layak untuk Wak!” jawab saya tegas. Mata Wak yang redup saya renung. Kulit tangannya yang kasar dan lengannya yang calar balar kerana bekerja keras itu saya pegang. Terasa dia seperti adik sendiri. Ya Allah, berikan ketabahan buat hamba-Mu yang satu ini.

Bukan sehari dua saya mengenal Wak. Dia kuat berpegang kepada agama. Dia tidak merokok, berjudi, minum arak jauh sekali. Solat dan puasanya dijaga. Walaupun dia tinggal bersama kawan-kawan yang berbagai-bagai ragam, di tempat yang terdedah dengan pelbagai kejahatan dan maksiat… tetapi Wak ada ‘class’ tersendiri. Dia umpama permata di celahan kaca. Jangkamasa sejam, kadangkala sampai mencecah dua jam, sepanjang mengurut saya sering dipenuhi oleh ‘diskusi’ agama. Saya dapat banyak maklumat dan ilmu tentang Islam di kampung halamannya.

Wak juga sebenarnya pelajar ‘separuh jalan’ pesantren (semaam pondok agama) di kampungnya. Kesempitan hidup ditambah kedua orang tuanya yang tidak mampu bekerja lagi menyebabkan Wak merantau ke Malaysia. Dia ‘talian hayat’ untuk membantu keluarganya yang melarat.  Bayangkan, dengan rezeki hasil membanting tulang empat keratnya, akhirnya dia bukan sahaja dapat membina rumah untuk orang tuanya tetapi dapat menghantar ayahnya mengerjakan haji.

“Wak ingat cita-cita Wak yang pernah Wak ceritakan pada saya?” kata saya memecah kesunyian akibat melayan fikiran dan lamunan maing-masing.
“Ingat ustaz, saya ingin menunaikan haji!”
“Ya, inilah masanya. Sekarang Wak hanya ada satu cita-cita sahaja… pergi haji. Pergi menuju Allah,” giat saya bersemangat.
“Wak, Allah sedang uji Wak… Uji cinta namanya,” tambah saya lagi.
“Ah, ustaz… saya sudah tua. Cinta bukan untuk saya lagi,” kata Wak tersenyum. Gembira hati saya melihat dia senyum, walaupun saya percaya itu susah sungguh. Tetapi bagi saya itulah senyum yang paling mahal… senyum ketika diasak kesedihan. Kulit pipi Wak yang kering kerana sentiasa dipanah sinar matahari sewaktu bekerja itu nampak berseri.
“Allah putuskan cinta Wak dengan isteri untuk Wak menyambung cinta dengan Allah.”
“Ustaz, saya tak pernah salahkan Tuhan atas apa yang menimpa saya ini. Saya sabar ustaz. Mesti ada yang baik-baik, yang belum saya ketahui di sebalik yang pahit-pahit ini.”
“InsyaAllah, Wak. Kita yakin Tuhan tidak menzalimi kita. Tetapi Tuhan sedang dan sentiasa mendidik kita. Kita usaha jadi orang baik Wak, insyaAllah orang yang baik-baik akan menjadi pendamping kita. Nak jadi baik, susah… nak dapat yang baik pun susah…perlu diuji.”
“Itulah ustaz, ada kawan-kawan saya datang mengapi-apikan saya…”
“Apa mereka kata Wak?”
“Mereka cadangkan saya bertindak. Cari lelaki dan isteri saya dan hukum atas kecurangan itu.”
“Apa kata Wak?”
“Bukan mudah mencari mereka. Malaysia luas. Masa dan pergerakan saya terbatas. Kerja saya banyak. Lagipun, ibu saya di kampung sakit… perlu biaya. Saya perlu terus bekerja. Kalau saya caripun, jika dapat, tapi kalau hati dia sudah tidak suka pada saya, apa gunanya? Saya sudah banyak kehilangan masa, harta disebabkan dia. Biarlah ustaz.”

“Wak, dia tidak layak buat Wak. Sekarang tekad, pertama cinta Allah. Kedua, cinta ibu-bapa. Kumpul duit untuk dua perkara itu saaja. Satu, untuk pergi haji. Kedua, untuk biaya berbakti buat orang tua. Jaga Allah Wak, nanti Allah jaga kita…” kata saya memberi semangat. Jauh di lubuk hati saya, saya berharap akan ada orang yang akan berkata begitu apabila saat saya diuji. Saat itu pasti tiba, kerana hidup memang untuk diuji.
“Apa doa atau bacaan untuk tenangkan hati ustaz?”
“Wak jaga solat. Kemudian, kuatkan doa. Doa pertama, minta supaya Allah beri kecintaanNya. Kedua, minta Allah berikan cinta orang yang menyintaiNYa. Dan ketiga, minta diberi segala jalan dan perbuatan yang boleh membawa kepada kecintaanNya. Pokok pangkalnya ini semua doa cintalah Wak!”

Wak termenung. Diam. Tetapi wajahnya tidak semuram sebelumnya.
“Wak, luka hati ini mengambil masa sedikit… tetapi saya yakin Wak akan sembuh dengan cepat.  Bila susah, datang rumah ni. Saya nak urut lagi. Kerja pun satu cara penyembuhan. Bila sibuk kerja, tak sempat rasa sedih.”
“Betul ustaz. Saya urut badan, ustaz urut hati saya…”
Saya senyum. Tetapi di dalam hati diterjah satu pertanyaan. Saya? Siapa pula yang urut hati saya apabila diuji? Justeru, bukan sahaja Wak yang telah diuji. Kita semua pasti diuji… ujian cinta

Monday, September 10, 2012

Politik kita memang caca marba
  • Dr Mohd Asri Zainul Abidin
  • 11:20AM Sep 7 2012
 
Nampak kebelakangan ini, perbezaan politik bukan lagi membawa kepada pertarungan minda dan tawaran khidmat pengurusan pentadbiran yang lebih baik, tetapi pertarungan siasah di negara ini telah menyuburkan akhlak yang buruk dan kehilangan adab sopan.

Ada yang kencing ke atas gambar pemimpin yang lain, ada pula yang baling kasut ke dalam masjid, tarian punggung dan pelbagai lagi.

Para pemimpin politik kita ini mungkin terlalu sibuk berkempen sehingga lupa untuk mengajar adab sopan sebagai insan kepada para pengikut mereka.

Disiplin

Kehidupan ini bukan segala-galanya politik untuk kita menggadaikan segala adab dan kesopanan hanya kerana politik.


Insan itu walau apapun kelemahan peribadinya, tetapi dia sepatutnya memiliki ketertiban dan kesopanan pergaulan yang diwarisi sama ada dari agama ataupun budaya.

Bahkan dalam Islam, dalam medan perang yang saling bunuh membunuh itu pun, adab dan akhlak yang baik dipertahankan. Disiplin mesti dipatuhi.

Dalam hadis apabila Rasulullah SAW mengirimkan pasukan tentera maka baginda bersabda:

"Keluarlah kamu (medan jihad) dengan nama Allah, perangilah di jalan Allah sesiapa yang kufur dengan Allah. Jangan kamu melanggar perjanjian, jangan kamu mengkhianati harta rampasan perang, jangan kamu rosakkan mayat, jangan kamu bunuh kanak-kanak dan ahli-ahli rumah ibadat". (Riwayat Ahmad, kata Ahmad Muhammad Syakir: "Sanad hadith ini hasan.")

Nilai pejuang rakyat itu apabila dia dapat mendisiplinkan dirinya dan menghiasi diri dengan budi dan sopan yang menyebabkan rakyat menjadikan ikutan.  Justeru, kawalan diri sekalipun di hadapan musuh yang hendak membunuh antara nilai peradaban yang diajar oleh Islam.

Lihatlah apa yang Allah tegaskan kepada orang Islam yang berperang dengan musuh-musuh yang menyerang dan ingin membunuh mereka.

Maksudnya: "Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai mereka yang melampaui batas."(Surah al-Baqarah ayat 190).

Apakah politik ini lebih buruk dari medan perang darah sehingga kita hendak berlebih-lebih dalam perangai dan budi. Kita jangan lupa apa yang Nabi SAW bersabda:


"Manusia yang paling Allah benci ialah yang berkeras kepala dalam perbalahan." (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)

Orang politik lupa, pengikut yang ‘kurang ajar' dan tidak beradab itu hari ini mereka biadap dengan musuh politik mereka, esok kebiadapan itu akan dihalakan pula kepada orang yang disokong pada hari ini.

Dalil agama ikut kehendak parti
Paling masalah apabila setiap pihak cuba bertindak membalas keburukan dengan keburukan. 
Jika kita berikan nasihat "mengapa awak londeh seluar kepada gambar pemimpin tertentu" maka akan ada yang menjawab "mereka lagi teruk, ada macam-macam lagi yang mereka pun buat".

Demikianlah puak-puak politik itu saling menghalalkan tindakan masing-masing atas nama keburukan lawan mereka.

Apa yang pelik dalam masa yang sama masing-masing mendakwa mereka lebih baik dari lawan mereka. Malangnya, apabila tiba masalah budi perangai, masing-masing memakai piawai yang setaraf dengan pihak lawan ataupun lebih teruk.

Itu belum lagi datang "geng agama" parti masing-masing yang akan mengeluarkan dalil untuk menghalalkan perangai buruk anggota dan penyokong masing-masing. Dalil agama dibaca bukan mengikuti kehendak Tuhan, tetapi kehendak parti!

Ustaz muda
Apatah lagi jika ada pula ulama atau ustaz muda mana-mana parti yang baru kenal politik sehari dua, dan mungkin ghairah hendak menjadi calon maka segala dalil dibawa, segala sirah Salafussoleh dibaca seakan-akan yang dipertahankan itu Abu Bakar al-Siddiq dan Umar al-Khattab.


Dalil-dalil agama dipermainkan untuk kepentingan politik masing-masing. Apa yang terkena pada orang lain dibaca secara terang, yang terkena diri sendiri ditakwil dengan sejuta penafsiran.

Jika parti lawan berkumpul untuk bantahan maka mereka namakan tunjuk perasaan dan dihukum haram. Kononnya, bukan amalan salafussoleh.

Jika geng parti sendiri berkumpul dinamakan menyuarakan pendirian, hukumnya halal. Dimasukkan dalam amar makruf dan nahi mungkar.

Maka perhimpunan di Kuala Lumpur oleh parti lawan sibuk diharamkan dengan segala fatwa, tetapi di Jeli dan Gua Musang oleh parti sendiri didiamkan.

Jika pemimpin kerajaan parti lain yang buat silap, ditegur dalam media dan ditulis surat terbuka.

Namun jika pemimpin kerajaan parti sendiri buat salah, difatwakan haram bercakap kesalahan pemimpin di khalayak ramai, kena berbisik di telinga mereka.

Dalil-dalil agama dan nama salafussoleh dikhianati atas kedangkalan pengetahuan, ataupun kepentingan politik ‘orang muda agama'.

Maka tidak pelik jika Allah menyifatkan golongan ulama yang menjual agamanya seperti anjing. Firman Allah:

"Dan bacakanlah kepada mereka (Wahai Muhammad), khabar berita seorang yang Kami beri kepadanya (pengetahuan mengenai) ayat-ayat Kami. Kemudian dia menjadikan dirinya terkeluar dari mematuhinya, lalu dia diikuti oleh syaitan, maka dia dari kalangan yang sesat.

"Dan kalau Kami kehendaki nescaya Kami angkat kedudukannya dengan (berpegang) ayat-ayat itu, tetapi dia bermati-mati cenderung kepada dunia dan menurut hawa nafsunya; maka bandingannya adalah seperti anjing, jika engkau menghalaunya, ia menghulurkan lidahnya, dan jika Engkau membiarkannya, ia juga menghulurkan lidahnya. Demikianlah bandingan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka ceritakanlah kisah-kisah itu supaya mereka berfikir. (Surah al-A'raaf: 175-176)

Fatwa artis
Di celahan itu yang menarik hari ini artis-artis yang baru masuk politik sehari dua pun seakan sudah menjadi ‘sarjana Islam'. Mula mengeluarkan hukum ke atas orang lain. Sambutannya hebat.


Modalnya bukan ilmu, tapi ‘wajah dan penampilan' yang memikat penganjur. Jika ‘ustaz' dibayar seratus dua, tetapi artis yang bercakap Islam dibayar beberapa ribu ringgit satu ceramah.

Namun jika artis lelaki, ataupun artis wanita yang ‘kurang comel', tidaklah seberapa sambutan dan bayarannya.

Kita hendaklah tahu seperti yang disebut oleh para sarjana Islam, bab politik islami bukan mudah untuk dihuraikan. Politik memerlukan kefahaman tentang maslahah dan maqasid syarak.

Suatu ilmu yang memerlukan banyak latar pengetahuan yang baik. Namun, jika artis masuk parti politik, segala kesarjanaan itu seakan diberikan kepadanya. Ini memang tanda-tanda akhir zaman.

"Sesungguhnya sebelum kedatangan dajjal -dalam riwayat yang lain: sebelum kiamat- adanya tahun-tahun yang penuh tipu daya. Ketika itu didustakan orang yang benar, dianggap benar orang yang dusta, dianggap khianat orang yang amanah, dianggap amanah orang yang khianat, dan bercakap ketika itu 'al-Ruwaibidoh'.

Para sahabat bertanya: "Siapakah al-Ruwaibidoh?" Sabda Nabi SAW: "Orang lekeh yang berbicara mengenai urusan awam (orang ramai)."

Hadith ini diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad, Abu Ya'la, al-Bazzar, Ibnu Majah, al-Kharaiti, dan al-Hakim. Al-Hakim menyatakan isnadnya sahih dan ini disetujui oleh Al-Zahabi.

Bukan salah artis berceramah dan berkongsi pengalaman. Mereka yang berubah memang dialu-alukan. Namun setiap orang kena tahu kadar pengetahuannya mengenai apa yang dia perkatakan. Jangan cepat simpulkan hukum sedangkan anda bukan ahlinya.


Apa pun, politik kita memang ajaib. ‘Macam-macam ada' dan semua boleh. Dulu ada orang cakap, asal barang jadi duit, kita ambil. Hari ini, asal barang jadi politik, kita angkut!

PROF MADYA DATUK DR MOHD ASRI ZAINUL ABIDIN bekas mufti Perlis. Artikel ini pandangan peribadi penulis dan tidak semestinya melambangkan pendirian rasmi Malaysiakini