Thursday, August 30, 2012


Bukan sekadar Jalur Gemilang
ABD JALIL ALI
Sinar Harian 30 Ogos 2012


Di lorong tempat saya tinggal, hanya saya mengibarkan Jalur Gemilang, lebih 100 rumah lain tidak berjalur. Seluruh kawasan ada lebih 500 rumah, tidak sampai 10 yang menggantung bendera negara setakat tinjauan saya pagi semalam.

Tidak perlu berkecil hati, jauh sekali untuk marah-marah, dan tentu sekali saya tidak boleh menuduh sebagai tidak patriotik kepada mereka yang tidak mengibarkan bendera sempena Hari Kemerdekaan ke-55.

Sekiranya bendera dijadikan kayu ukur atau penanda aras patriotisme, nampak sangat orang kita – tanpa mengira bangsa, agama dan fahaman politik – tidak patriotik. Kita ada 28 juta penduduk, yang mengibarkan bendera mungkin tidak sampai 10 peratus.

Selain di kawasan perumahan, perhatikan di sekeliling kita berapa banyak bangunan, pejabat, kedai dan premis mengibarkan bendera, pasti tidak sampai 10 peratus. Malah, di sesetengah kawasan bendera parti, tidak kira warna, lebih menyerlah berbanding Jalur Gemilang.

DBKL mengedarkan 45,000 Jalur Gemilang bagi meraikan merdeka. Datuk Bandar, Datuk Ahmad Phesal Talib, berharap warga kota khasnya para peniaga dapat menyertai program ini dan mengibarkan Jalur Gemilang di premis masing-masing. Tetapi tidak banyak bendera percuma itu dikibarkan. Boleh jadi sesetengahnya digunakan sebagai selimut, mungkin juga dibuat sarung bantal.

Menurut perangkaan PDRM, setakat akhir 2011, ada 21,311,630 kenderaan, termasuk motosikal, berdaftar dengan JPJ. Kita boleh lihat hanya satu dua yang mengibarkan bendera, itu pun mungkin bendera yang dapat percuma @ ihsan pertubuhan dan agensi tertentu.

Sebenarnya lebih baik tidak melekatkan bendera sebesar tapak tangan itu pada kenderaan. Beberapa tahun lalu terlalu banyak bendera diagihkan percuma kepada pemandu dan dilekatkan di hadapan atau pada bumbung kenderaan.

Malang sekali gamnya tidak kuat – almaklumlah dapat percuma! – mengakibatkan bendera tercabut dan bersepah di sepanjang jalan dan lebuh raya. Maka Jalur Gemilang kemegahan negara berdaulat itu bukan sahaja dilenyek kenderaan, malah dikencing anjing.

Bagi saya bendera bukan satu-satunya lambang patriotisme. Walaupun setiap tahun membeli Jalur Gemilang – tahun ini harganya RM10.50, beli di sebuah kedai serbaneka 24 jam – saya percaya banyak lagi benda-benda lain boleh menjadi ukuran kecintaan kepada negara.

Bahasa Melayu pun ukuran patriotisme. Mereka yang tidak menghormati bahasa rasmi itu tentulah jauh lebih teruk berbanding yang tidak mengibarkan bendera. Mereka yang mengutamakan bahasa Inggeris lebih besar kesalahan berbanding tidak memasang bendera pada kenderaan.

Betapa halnya sesetengah menteri kita – termasuk menteri Melayu sendiri – yang lebih megah bercakap bahasa Inggeris walaupun dalam siaran Melayu di radio dan TV. Kalau cakap Melayu mesti dicampur Inggeris, sebab mereka yakin Inggeris lebih berkesan.

Di pusat pentadbiran Persekutuan Putrajaya, beberapa istilah penting Melayu telah dibuang untuk digantikan dengan istilah asing. Perkataan ‘jalan’ ditukar menjadi ‘precinct’, ‘dataran’ menjadi ‘boulevard’, ‘lorong’ menjadi ‘parcel’. Siapa agaknya cerdik pandai dan perancang asal yang dengan mudah membuang perkataan Melayu itu? Ini juga satu contoh tidak patriotik.

Lebih dari sekadar bahasa, kemerdekaan sebenarnya bukan setakat membebaskan kita dari penjajah. Tentu sekali saya berterima kasih kepada para pejuang kemerdekaan yang telah berkorban untuk membebaskan kita dari penjajah Inggeris.

Tetapi kita belum merdeka sepenuhnya sebab masih teruk dibelenggu rasuah, penyelewengan, ketidakadilan, putar belit pemain politik dan lain-lain musibat. Untuk kepentingan politik, Melayu sama Melayu, Islam sama Islam bertelagah hanya atas perkara-perkara remeh.

Indeks jenayah kita dikatakan turun mendadak, tetapi orang ramai hidup dalam ketakutan. Hari-hari rumah dipecah masuk, pejalan kaki diragut. Sana-sini orang kena rompak, rogol, bunuh.

Semakin kerap mesin ATM dirompak, malah dibom. Ada pihak kata jenayah hanya persepsi, tetapi kerap kali persepsi menjadi realiti.

Betapa halnya berjuta-juta pendatang asing, termasuk tanpa izin, yang saban hari memperbodohkan – menerusi rasuah – pihak berkuasa kita, dan hari demi hari menguasai kawasan kita dengan rakus dan biadab.
Ingat, mereka menjajah kita secara senyap!

Wednesday, August 29, 2012


Jagalah Allah, Pasti Engkau Menang!


dakwatuna.com – Dari Abul-‘Abbas ‘Abdullah Bin ‘Abbas –-semoga Allah meridoinya- ia mengatakan, “Aku berada di belakang Rasulullah saw. Beliau mengatakan, ‘Nak, Jagalah Allah niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah Allah niscaya engkau akan dapati Dia ada di hadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah; dan jika engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah. Dan ketahuilah bahwa jika seluruh umat berhimpun untuk memberikan manfaat (keselamatan) kepadamu, niscaya mereka tidak dapat melakukannya selain apa yang sudah Allah tetapkan untukmu. Dan seandainya seluruh umat berhimpun untuk menecelakakanmu, niscaya mereka tidak dapat melakukannya kecuali kecelakaan yang memang sudah Allah tetapkan untukmu. Telah diangkat pena dan telah kering lembaran-lembaran.” (diriwayatkan oleh At-Tirmidzi. Dan dalam riwayat selaian dari At-Tirmidzi, Rasulullah saw. bersabda, “Jagalah Allah niscaya kamu akan mendapati-Nya di depanmu; kenalilah Allah pada saat mendapat kemudahan, niscaya Dia akan mengenalmu saat kamu mendapat kesulitan. Ketahuilah bahwa apa yang bukan jatahmu tidak akan mengenaimu dan apa yang menjadi jatahmu tidak akan salah sasaran. Ketahuilah bahwa pertolongan Allah bersama kesabaran; kelapangan ada bersama kesempitan; dan kemudahan ada bersama kesulitan.” (Al-Hakim dan Ahmad)

Kemenangan Islam dan dakwah islamiyyah adalah dambaan para pejuang di jalan Allah. Salah satu bentuk kemenangan itu adalah manakala nilai-nilai ilahiyyah mendapat tempat dalam kehidupan manusia, baik dalam urusan pribadi, keluarga, masyarakat, negara, ekonomi, politik, maupun urusan lainnya. Nilai-nilai ilahiyyah yang dimaksud tentu bukan saja perilaku-perilaku saleh individual akan tetapi juga kesalehan yang berdaya guna semisal keadilan, kejujuran, dan keberpihakan kepada kebenaran apa pun risikonya.

Untuk mencapai kemenangan itu tentu saja setiap Muslim harus berusaha secara optimal dalam batas-batas kemampuan manusiawi. Usaha optimal untuk mencapai kemenangan itu dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, evaluasi, dan seterusnya. Akan tetapi tetapi harus dipahami bahwa segala upaya sehebat apa pun yang dilakukan manusia bisa tidak punya makna sama sekali manakala tidak memdapat perkenana Allah swt. Dan sebaliknya betapapun serba terbatasnya kaum Muslimin –dalam hal material dan kuantitas personal– dalam upaya menegakkan kebenaran dan keadilan, jika Allah berkehendak untuk mengaruniakan kemenangan, tak satu kekuatan pun dapat menghalanginya.

Persoalannya adalah, apakah kita termasuk orang yang layak mendapat pertolongan Allah itu? Tentu ada prasyarat pertolongan Allah turun kepada kita. Nah, hadits di atas sarat dengan pesan-pesan luhur yang akan mengantarkan manusia mencapai kemenangan yang didambakan itu. Sampai-sampai sebagian ulama mengatakan, “Saya merenungi hadits ini dan saya benar-benar terperangah dengannya. Amat disesalkan bila ada yang tidak memahami makna hadits itu.”

Ihfazhillah, jagalah Allah! Menjaga Allah, kata Abul-Faraj Al-Hambali dalam kitabnya Jami’ul-‘Ulumi Wal-Hikam, adalah menjaga aturan-aturan, hak-hak, perintah-perintah, dan larangan-larangan Allah swt. Tentu saja hal itu dilakukan dengan cara melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Jika seseorang melakukannya, maka ia termasuk orang-orang yang menjaga aturan-aturan Allah seperti yang disebutkan dalam ayat-Nya: “Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) pada setiap hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara (semua peraturan-peraturan-Nya). (Yaitu) orang yang takut kepada Rabb Yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertaubat.” (QS. 50: 32-33)

Kata ‘Hafizh’ (memelihara) yang tercantum pada ayat di atas ditafsirkan dengan ‘menjaga (melaksanakan) perintah-perintah Allah dan menjaga diri dari dosa-dosa dan selalu bersegera untuk bertaubat jika melakukan kesalahan-kesalahan.’ Di antara perintah-perintah agung yang harus dijaga oleh setiap Muslim adalah:

1. Shalat.

Secara eksplisit Allah swt. memerintahkan kita menjaga shalat. Firman-Nya: “Peliharalah segala shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu.” (QS. 2:238)

Dalam ayat lain Allah memuji orang-orang yang memelihara shalat. Firman-Nya: “Dan orang-orang yang memelihara shalatnya.” (QS. 23:9)

Semakin banyak aktivitas, semakin berat beban perjuangan, semakin besar target yang ingin kita capai, seharusnya semakin membuat kita dekat dengan Allah. Dan momentum di mana seorang hamba sangat dekat dengan Allah adalah saat ia bersujud. “Keadaan yang paling dekat antara hamba dengan Rabbnya adalah saat di sujud. Maka perbanyaklah doa di kala sujud itu,” demikian sabda Rasulullah saw. dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim.

Jadi, sangat ironis bila semakin banyak kegiatan malah semakin terlalaikan shalat; dan lebih celakalah lagi bila shalat itu dilalaikan justru dengan alasan kesibukan. Tidak akan ada barokah dari aktivitas yang melalaikan shalat. Apa pun alasannya. Termasuk dengan alasan bahwa yang penting adalah shalat aktivitas. Yang dimaksud dengan shalat aktivitas adalah kegiatan yang diklaim sebagai perjuangan menegakkan kebenaran. Itu saja dianggap cukup sekalipun meninggalkan shalat. Pasti perjuangan itu bukan di jalan Allah melainkan di jalan thaghut.

2. Janji atau sumpah.

Integritas dan kredibelitas seseorang dapat dilihat, antara lain, dari tingkat komitmennya terhadap sumpah dan janji. Makanya Allah swt. memesankan agar orang beriman berpegang teguh kepada janji atau sumpah yang dibuatnya. Firman-Nya: “Dan peliharalah sumpah-sumpah kalian.” (QS. 5:89)

“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.” (QS. 16:91)

Lebih berat lagi bobot janji itu apabila pelanggarannya dapat menyebabkan kesengsaraan orang banyak. Misalnya janji atau sumpah jabatan. Atau janji yang dibuat untuk menarik dan merekrut orang agar mendukung dirinya dan berpihak kepadanya.

3. Kepala dan Perut.

Dan di antara hal yang wajib dijaga adalah kepala dan perut. Rasulullah saw. bersabda, “Malu yang sebenarnya kepada Allah adalah engkau menjaga kepala dengan segala yang termuat di dalamnya dan menjaga rongga perut dengan segala yang di kandung di dalamnya.” (Ahmad, At-Tirmidzi, Al-Bazzar)

Menjaga kepala dengan segala yang termuat di dalamnya di antaranya dengan menjaga pendengaran, penglihatan, lidah dari hal-hal yang diharamkan. Dan menjaga rongga perut adalah dengan menjaga hati dari segala penyakit hati.

Penjagaan Allah

Penjagaan Allah kepada hambanya menyangkut dua hal: pertama, kemaslahatan duniawi seperti penjagaan fisik, anak, keluarga, harta. Ini seperti yang Allah firmankan, “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.” (QS. 13:11)
Ini terjadi misalnya pada Safinah maula (sahaya yang dimerdekakan oleh) Nabi saw. Saat perahu yang dinaikinya pecah ia terdampar di sebuah pulau. Di hutan ia bertemu dengan seekor singa. Ternyata singa itu memberi petunjuk jalan. Setelah itu sang singa pergi.

Kedua, dan ini yang paling penting, penjagaan dalam urusan agama, keimanan, dan akhlak. Allah menjaga para hambanya hingga mereka bisa menghindari perkara-perkara yang merusak iman dan akhlak, hingga mereka meninggal dunia dalam keadaan iman. Betapa saat-saat ini kita membutuhkan pemeliharaan iman.

Kesejatian cita-cita untuk menegakkan keadilan dan mewujudkan kesejahteraan dengan berbagai upaya harus dibuktikan dengan sikap sejati dalam melakukan pendekatan kepada Allah. Dan kejujuran menegakkan syari’at Islam harus dibuktikan dengan kejujuran melaksanakannya baik dalam diri pribadi, keluarga, masyarakat, dan dalam segala peran yang diembannya. Allahu a’lam.

MENCARI PENAWAR DUKA, PENGUBAT SENGSARA
Prof Madya Dr Mohd Asri Zainul Abidin
(sertai facebook DrMAZA.com)

Apabila insan terjatuh dalam ujian hidup; kesusahan, keperitan, kezaliman, keresahan, kesedihan dan segala rupa paras penderitaan, insan akan bertanya, apakah penawarnya? Di manakah jalan keluar dari segala kegelapan ini? Bagaimana mungkin dapat aku buang derita yang bersarang dalam jiwa dan peristiwa? Dapatkah aku keluar dari kemelut ini?

Sebahagian ujian itu, jika diukur dengan akal insani, seakan tiada lagi baginya jalan keluar. Warna kegelapan kadang-kala merangkumi segala penjuru, hanya Allah sahaja yang mampu mengeluarkan insan dari keadaan yang sedemikian. Kadang-kala pula insan terpaksa berhadapan dengan realiti yang amat pahit, tidak mampu ditolak oleh dirinya yang kerdil. Namun, insan yang beriman yakin bahawa Allah Yang Maha Berkuasa boleh menukar segala keadaan. Menggantikannya dengan lebih baik yang tidak disangka. Memindahkan duka kepada bahagia dalam pelbagai rupa dan warna.

Persoalannya, bagaimanakah caranya agar Allah Yang Agung melimpahkan rahmatNya lalu menurunkan pertolonganNya. Ya, memang insan disuruh berdoa dan merintih kepadaNya. Namun apakah caranya agar mustajab lalu Allah membawanya keluar dari daerah duka kepada daerah sejahtera atau bahagia? Apakah ungkapan yang meredhakan Tuhan al-Rahman yang menjadikanNya dengan pantas mendengar rintihan insan?
Insan perlu sedar, antara penghalang rahmat Tuhan kepadanya adalah dosa dan kesalahannya. Dan, setiap insan pula tidak terlepas dari salah dan dosa. Sehebat mana pun, sealim mana pun dia, insan tetap insan, terdedah kepada dosa. Jika tidak anggotanya, mungkin dosa jiwa atau hati nurani yang sombong dan bongkak, atau hasad atau sangka buruk dan pelbagai lagi. Percikan dosa sentiasa ada. Ia penghalang cahaya indah syahdu antara nurani insan mendampingi Allah untuk menjadi kekasihNya. Maka, doa sentiasa diganggu oleh dosa. Apakah penawar yang menerangi jalan agar doa itu sampai kepada insan dengan pantas dan mustajab?Jawapannya ialah taubat dan ‘istighfar’ iaitu kembalikan kepada Allah dan memohon ampun kepadaNya. Dengan jujur, dengan luhur, dengan kusyuk. Itulah penawar yang akan membuka kebahagian hidup. Itulah janjiNya: (maksudnya)
“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhan kamu, kemudian bertaubat kepadaNya supaya Dia memberi kamu nikmat kesenangan hidup yang baik (di dunia)…” (Surah Hud: 3)

Janji Yang Pasti

Setiap kita pernah melalui duka dan sengsara. Kita mencuba perbagai ungkapan dan doa agar Allah mendengar rintihan kita. Ya, doa itu senjata. Namun, di sana ada satu pemohonan yang jika dibuat oleh insan dengan keikhlasan jiwa, pengharapan dari lubuk jantung hatinya maka Allah akan mendatang pelbagai kebaikan lain kepadanya. Dikeluarkan dari kesempitan hidup, diberi kurnia rezeki dan anak, kebahagiaan jiwa dan ditambah kekuatan dan pertolongan.

Inilah janjiNya dalam al-Quran. Bukan janji yang diadakan oleh sesetengah buku doa, atau bicara tokoh-tokoh agama yang kadang-kala mengada-adakan pelbagai doa ‘sendirian berhad’ mereka yang entah dari mana dikutipnya. Tidak! Ini adalah jaminan langsung dari Allah dalam kitabNya. Apakah pemohonan itu? Pemohonan ialah doa agar Allah S.W.T mengampuni dosa. Apabila ia dilafazkan dengan ikhlas dan jujur. Sebanyak-banyaknya. Dengan kekerdilan diri, tunduk dan insaf, maka keajaiban pertolongan Allah pun akan datang dalam pelbagai rupa dan cara. Inilah janji dalam banyak ayat dalam al-Quran.
Firman Allah menceritakan nasihat Nabi Nuh a.s. kepada kaumnya: (maksudnya)
“Sehingga aku berkata (kepada mereka): “Pohonkanlah ampun kepada Tuhan kamu, Sesungguhnya Dia Maha Pengampun. (sekiranya kamu berbuat demikian) Dia akan menghantarkan langit yang mencurah-curah (hujan) kepada kamu. Dan Dia akan memberi kepada kamu banyaknya harta kekayaan serta anak-pinak; Dan Dia akan mengadakan bagi kamu kebun-kebun tanaman, serta mengadakan bagi kamu sungai-sungai” (Surah Nuh: 9-12).
Pelbagai Kurnia

Inilah janji Allah kepada yang berikan kepada sesiapa yang beristighfar dengan ikhlas. Atas lisan Nabi Nuh a.s. Allah berjanji untuk menurunkan hujan rahmatNya, dibanyak rezeki dan anak, diberikan harta yang berharga dan subur. Maka, yang beristighfar dengan penuh ikhlas sebanyaknya, akan menikmati peruntukan ini. Kekurangan hujan, harta, anak, kesuburan dan segalanya penawarnya ialah ‘istighfar’.

Dalam Miskat al-Masabih ketika membahaskan hadis istighfar, diriwayatkan seseorang datang kepada al-Imam Hasan al-Basri r.a mengadu tanahnya tidak subur, lalu jawab Hasan al-Basri: Beristighfarlah. Datang yang lain mengadu kemiskinan, jawab beliau: Beristighfarlah. Datang yang lain minta doa agar direzekikan seorang anak, jawab beliau: Beristighfarlah. Datang pula yang lain mengadu kebunnya kekeringan, jawab beliau: Beristighfarlah. Lalu ditanya Hasan al-Basri mengapa jawapannya semua sama bagi soalan yang berbeza. Katanya “Ini bukan pendapatku, inilah yang Nabi Nuh a.s sebut” –lalu beliau membaca ayat di atas.

Mengelakkan Bala

Allah juga menjamin bahawa Dia tidak akan mengazabkan insan di dunia ataupun di akhirat kita insan itu benar-benar beristighfar kepadaNya. Hambatan dan ketakutan terhadap dosa dapat dibentengi oleh istighfar yang ikhlas. Inilah janji Allah. Dia Maha Benar janiNya. Firman Allah: (maksudnya)
“Dan Allah tidak sekali-kali akan menyeksa mereka sedang engkau (wahai Muhammad) ada antara mereka; dan Allah tidak akan menyeksa mereka sedang mereka beristighfar” (Surah al-Anfal: 33).
Inilah janji Allah. Dalam ayat ini; kewujudan Nabi s.a.w dan kewujudan istighfar menghalang azab Allah. Adapun Nabi s.a.w baginda sudah tiada dalam kalangan kita, namun istighfar terus ada jika kita mengamalkannya. Wahai jiwa yang dihambat dosa! Beristighfarlah sebanyak-banyaknya nescaya diselamat dari bala dosa. Wahai yang takut ditimpa bala! beristighfarlah.

Ditambah Kekuatan

Gelora hidup kadang-kala amat menakutkan. Ia memukul insan dari sudut yang diduga dan tidak diduga. Jika hanya bergantung kepada kekuatan diri semata, insan akan terkorban dan tidak akan berdaya. Ganasnya lautan hidup hanya dapat dihadapi dengan kekuatan kurniaan Allah. Firman Allah: (maksudnya)
“(Kata Nabi Hud) dan Wahai kaumku! mintalah ampun kepada Tuhan kamu, kemudian taubatlah kepadaNya, supaya ia menghantarkan kepada kamu hujan lebat serta menambahkan kamu kekuatan di samping kekuatan kamu (yang sedia ada)”. (Surah Hud: 52).
Dengan tambahan kekuatan dari Allah dan bantuanNya insan merasai kekuatan dalam menelusuri permusafiran di dunia yang fana ini.

Maka membanyakkan istighfar adalah penawar hidup. Betapa banyak kisah insan-insan yang Allah berikan pelbagai kurnia disebabkan mereka membanyakkan istighfar. Betapa banyak hamba-hamba Allah yang diselamatkan dari pelbagai kesusahan, diberikan ketenteraman jiwa dan pelbagai pertolongan berkat keikhlasan istighfar mereka. Setiap insan yang beristighfar dengan ikhlas sebanyak-banyaknya pada sesuatu hari akan merasai kesyahduan ruhnya. Allah akan membuka ufuk akalnya. Dia akan alami kekudusan jiwa, kesegaran minda dan merasai perdampingan dengan Allah.

Tapi syaratnya, hendaklah istighfar yang ikhlas. Bukan yang hanya ‘berlagu’ dimulut tapi kontang jiwanya dalam mengharapkan keampunan Allah. Syeikh al-Islam Ibn Taimiyyah (w. 728H) menceritakan bahawa bagaimana beliau apabila menghadapi masalah, beliau akan beristighfar sehingga seribu kali atau lebih, di mana sahaja beliau berada; di masjid, di pasar, di pusat pengajian sehinggalah beliau dapati Allah lapangkan dadanya dan tunaikan hajatnya. (lihat: Ibn ‘Abd al-Hadi, al-‘Uqud al-Durriyah, 21. Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabi).

Marilah kita banyakkan istighfar, ia adalah penawar. Istighfar adalah penyembuh derita jiwa seorang hamba. Ia membawa kurnia Allah yang disangka dan tidak disangka. Maka datanglah rezeki, kebahagiaan dan pertolongan. Hiasilah kepahitan hidup dengan istighfar, nescaya kita akan merasai kemanisan dan kelazatan berada di persada alam yang sementara ini.

Saling memaafkan amalan mulia

Ustaz Mohd Zawawi Yusoh

HARI raya patut menjadikan kita gembira kerana selama sebulan kita menjalani ujian untuk menjadikan diri kita insan bertakwa kepada Allah SWT.
Kini, tiba giliran Aidilfitri di mana kita pulang dalam keadaan fitrah iaitu bersih hati hasil didikan tarbiah Ramadan. Ia membersihkan diri kita daripada sifat bakhil, individualistik kemudian menanamkan sifat pemurah, kasih sayang serta tolong menolong.

Amalan sunat yang dikerjakan di seperti solat tarawih, solat tahajud, membaca al-Quran, bersedekah dan berzakat adalah pembersih hati daripada sifat keji (mazmumah). Sambutan hari raya tidak hanya dapat memakai baju baru, rumah baru, sofa baru, tetapi lebih penting menyambut raya dengan jiwa baru.
Tidak bermakna jika perangai masih tidak berubah, ego, malas, dan sering melanggar disiplin. Sebab itu, ibadah puasa pada bulan Ramadan perlu berteraskan akidah, begitu juga dengan Aidilfitri. Perbuatan bersalaman antara lelaki dan wanita yang bukan mahram mesti dielakkan.

Perbuatan memaafkan kesalahan orang lain memang dituntut dalam Islam sehingga ia dijanjikan sebagai ganjaran yang begitu besar sekali. Malang sekali apabila perbuatan memohon dan memberi hanya menjadi budaya dan bukannya dihayati semangatnya.

Dalam surah Ali-Imran, ayat 134-136, maksudnya: “Iaitu orang yang mendermakan hartanya pada masa senang dan susah, orang yang menahan kemarahannya, dan orang yang memaafkan kesalahan orang. Dan (ingatlah), Allah mengasihi orang-orang yang berbuat perkara-perkara yang baik.

Dan, orang yang apabila melakukan perbuatan keji, atau menganiayai diri sendiri, mereka ingat kepada Allah lalu memohon ampun akan dosa mereka dan tiada yang mengampunkan dosa melainkan Allah, dan mereka juga tidak meneruskan perbuatan keji mereka itu, sedangkan mereka mengetahui.

Mereka itu balasannya ialah keampunan dari Tuhan mereka, dan Syurga yang mengalir di bawahnya beberapa sungai, mereka kekal di dalamnya; dan yang demikian itulah sebaik-baik balasan bagi orang yang beramal.”

Apakah makna memaafkan?

1. Melupakan hasrat membenci mereka.
2. Membatalkan niat membalas dendam.
3. Membatalkan hasrat menghukum mereka.
4. Membatalkan untuk menyimpan perasaan dendam.
Bagaimanakah cara sebenar memohon dan memberi maaf?

Bagi pemohon maaf, ungkapan memohon maaf itu hendaklah dilaksanakan dengan ikhlas, rendah hati dan penuh kekesalan serta berazam tidak mengulanginya lagi.

Pemberi maaf pula, kemaafan yang diberi perlulah diberi dengan tulus ikhlas, penuh sedar bagi melupakan kesalahan dan tidak lagi mengungkit-ungkit. Ada yang mengatakan ketika memohon maaf, kita perlu menyenaraikan segala kesalahan yang kita lakukan supaya pihak satu lagi maklum mengenainya.

Namun, dalam semangat Aidilfitri ini, apabila meraikan kemenangan melawan hawa nafsu selama sebulan, mengapa kita tidak terbuka hati untuk memaafkan silap dan salah seseorang?

Sudah tentu kita juga ada melakukan kesilapan. Ingatlah perintah Allah dalam surah al-A’raaf, ayat 199 yang menuntut kita memilih untuk memaafkan. Memohon maaf dan memberi maaf bukanlah sukar untuk dilaksanakan dalam bulan Syawal ini selepas kita melengkapkan ibadat puasa selama sebulan.

Apabila saling bermaafan, tiada lagi rasa benci dan dendam di hati.

Yang lahir dari hati ialah perasaan kasih sayang serta persefahaman sekiranya dijana dengan baik, dapat menghasilkan permuafakatan yang menguntungkan ummah

Jenayah ragut jadi budaya hidup di negara ini

Saya telah diminta oleh seorang pengunjung blog saya melalui e-mailnya meminta saya memberikan komen tentang jenayah ragut yang agak berluas-luasa di negara ini. Insan yang menghantar email itu menyatakan yang beliau mahukan saya menulis tentang jenayah ragut yang telah berlaku kepada isterinya beberapa tahun dahulu yang menyebabkan isterinya tercedera dan telah menhadapi rasa fobia apabila berjalan di bandar untuk membeli-belah atau ke pasar.

Pengadu ini mempersoalkan samada apa yang dibangga-banggakan negara ini sebagai negara yang aman dan selamat itu adalah benar atau sebaliknya. Sesungguhnya jenayah ragut memang banyak berlaku dan saya sendiri pernah menyaksikan peristiwa ragut belaku di hadapan mata saya sendiri. Dua orang yang menaiki motosikal telah lalu di sebelah wanita yang membimbing bag tangan dan terus sahaja meragut wanita itu dan mereka (peragut) terus memecut laju meninggalkan wanita tadi terbaring di tepi jalan dan mengalami sedikit kecederaan di tangannya.

Peristiwa seperti ini selalu berlaku dan sekali gus ia menafikan yang negara kita adalah sebuah negara yang aman damai seperti yang di antara kita bangga-banggakan. Ini tidak termasuk kes rogol, bunuh dan pecah rumah yang menjadi bahan berita yang lumrah melalui saluran-saluran TV kita serta media cetak. Ada sahaja yang cedera dan mati akibat jenayah ini.

Banyak pihak bertanya kenapa perkara ini selalu sangat berlaku di negara kita? Ada yang bertanya bagaimanakah keadaaan sebuah negara yang aman itu?  Pihak penguasa polis dan penguatkuasa undang-undang yang lain boleh kita lihat di mana-mana terutamanya di kotaraya-kotaraya di dalam negara kita tetapi jenayah tetap berkembang dengan cepat dan deras. Malahan ramai di antara bekas anggota dan pegawai tertinggi polis menulis dan membuat kenyataan yang mengakui jenayah di negara kita meningkat dengan begitu ketara.

Selalunya apabila sesebuah negara yang sering berlaku samun dan rompak serta jenayah ragut ini berlaku dengan pesatnya ia merupakan petanda dan dalil yang rakyat miskin adalah ramai dan mengambil tindakan mencuri dan merompak harta benda orang lain untuk hidup.

Di negara-negara Scandinavia misalnya tidak ada kes-kes rompak dan samun yang ketara seperti yang berlaku di negara kita. Negara-negara dalam gugusan Scandinavia ini merupakan negara yang rakyatnya berpendapatan tinggi malah ia melebihi pendapatan per kapita negara-negara G8. Kalau kita melawat negara-negara ini kita tidak akan nampak anggota polis berkeliaran seperti di negara kita. Di negara-negara yang saya sebutkan ini keamanan dan keselamatan diri individu rakyat seperti terjamin. Inilah contoh-contoh sebuah negara yang aman.

Sebaliknya di negara kita, kita melihat anggota polis dan penguatkuasa yang lain berkeliaran tetapi insiden seperti yang ditulis oleh pengadu kepada saya itu berlaku dengan meluas. Ragut di sana dan ragut di sini dan  dengan jelas kes ragut harta orang lain ini sememangnya menjadi perkara yang lumrah di negara kita ini.

Pemimpin-pemimpin kita yang mempunyai kuasa di tangan mereka pun melakukan ragut-meragut harta orang lain seperti harta rakyat seperti yang kita selalu dengar melalui pendedahan pihak-pihak yang tidak berpuas hati dengan keadaan ini. Jumlah harta dan wang ringgit rakyat yang diragut oleh pemimpin-pemimpin kita melibatkan jumlah yang puluhan billion ringgit. Rakyat sentiasa diragut wang ringgit mereka oleh mereka dan pemimpin yang mereka (rakyat) amanahkan untuk menjaganya.

Jenayah ragut ini sememangnya sudah tidak dapat dihentikan lagi selagi mereka ini masih berkuasa. Jumlah yang terilbat dalam ragut oleh penunggang dan pembonceng motosikal adalah kecil. Yang penting rakyat fahami dan cuba untuk menghentikannya ialah kes-kes ragut yang berbillion ringgit yang dilakukan oleh pimpinan yang sedang berkuasa. Jenayah ragut yang mereka lakukan itu melibatkan harta wang ringgit seluruh rakyat yang mengisi kantung perbendaharaan negara kita melalui berbagai bentuk cukai yang mereka bayar setiap hari.

Penjenayah ragut yang dilakukan oleh penunggang motosikal itu mudah untuk diselesaikan kerana sudah ramai yang tertangkap dan dipenjarakan. Tetapi masalah yang terbesar sekarang ini ialah untuk menyelesaikan kes ragut kolar putih yang sedang dilakukan oleh pimpinan besar kita serta penjawat-penjawat awam negara yang melibatkan ratusan berbillion ringgit itu.

Peragut-peragut jenis inilah yang amat susah untuk diselesaikan. Malahan yang mendedahkan kes ragut itu pula yang kena tuduh di mahkamah kerana ada undang-undang yang melindungi penjenayah ragut yang berkolar putih ini. Rafizi Ramli telah dituduh di Mahkamah kerana mendedahkan kes ragut wang rakyat yang berbillion ringgit oleh keluarga yang mempunyai pengaruh dalam kabinet negara yang di dalamnya mempunyai penjenayah ragut yang besar-besar.

Sekarang rakyat yang sedar dan insaf telah mendapat formula yang jelas untuk menyelesaikan kes-kes ragut yang besar-besar ini. Caranya ialah dengan mengenepikan mereka dari kuasa yang ada pada mereka.

Waktu untuk mengenepikan mereka akan sampai tidak lama lagi. Masanya itu ditentukan oleh Najib, Perdana Menteri kita. Rakyat sekarang sedang memberikan tumpuan untuk menolak mereka yang sudah ketagih dengan kegiatan ragut meragut ini. Rakyat sudah kerugian begitu banyak oleh kegiatan ragut yang dilakukan oleh mereka yang sedang berkuasa itu.

Jika semua rakyat bekerjasama dalam PRU ini, isu penjenayah ragut ini akan dapat diselesaikan dengan cepat. Maka harta benda rakyat akan dapat diselamatkan dari diragut oleh pihak yang sudah sebati dengan kes ragut meragut in
 

Tuesday, August 28, 2012


Apabila seseorang itu jiwanya tidak tergugat oleh harta, tidak tergugat oleh derita, tidak tergugat oleh orang kata, dia termasuk manusia luar biasa, kerana jiwanya dengan Tuhan saja

Banyak perkara yang manusia ketahui tapi tidak tahu rahsianya di sebaliknya. Antara perkara-perkara yang manusia tahu tetapi mereka tidak tahu rahsianya ialah…

1. Di antara cara mendidik manusia menjadi baik ialah dengan usaha menyakitkan nafsunya.

2. Jika seorang muslim mati bersama sakit zahirnya, maka itu adalah penghapusan dosanya atau dia mendapat darjat di dalam Syurga. Sebaliknya kalau dia mati bersama penyakit batinnya, dia akan ke Neraka.

3. Manusia yang berpenyakit lahir (fizikalnya), sakitnya boleh merosakkan anggotanya sahaja tetapi manusia yang berpenyakit batin boleh merosakkan semua yang ada di dunia. Banyak perkara yang akan dirosakkannya.

4. Sesuatu perkara atau benda yang kita suka, sangat sukar untuk kita tadbir dan mengurusnya. Biasanya selalu sahaja kita melakukan kesalahan di dalam mengurusnya.

5. Banyak orang boleh memperkatakan penyakit batin tetapi gagal mengesannya. Lantaran itulah ada orang waktu menceritakan penyakit sombong, pada masa yang sama dia sedang memakai sifat itu.

6. Mendidik manusia secara tidak formal dan dari sikap diri kita lebih berkesan daripada sekadar memberi ilmu dan teorinya.

7. Ramai manusia dirosakkan oleh makhluk yang paling bodoh, yang tiada akal dan tidak bersekolah iaitu duit dan harta. Bahkan orang yang paling pandai seperti profesor pun dirosakkannya.

8. Bangsa yang mempunyai sifat taqwa dan ilmu akan menguasai manusia lain. Begitu pun banyak bangsa tidak boleh menempuh jalan ini. Maka mereka menguasai bangsa lain dengan kekuatan lahirnya tetapi kerosakannya terlalu banyak.

9. Orang yang memiliki dunia selalunya jiwanya tidak tenang. Orang yang memiliki Allah, jiwanya tenang. Justeru itu orang yang memiliki dunia ada yang membunuh diri sendiri. Ini tidak berlaku kepada orang yang memiliki Tuhan.

10. Orang yang membunuh dirinya sendiri lebih besar dosanya daripada orang yang membunuh orang lain.

11. Kehidupan manusia di dunia ini sebenarnya mudah diselesaikan jika tahu rahsianya. Iaitu dengan iman dan taqwa. Nanti akan berlakulah, pemimpin menaungi dan menegakkan keadilan, orang kaya akan pemurah, orang miskin sabar, orang berilmu memberi ilmu, ulama-ulama memberi nasihat dan mendidik dan pemuda-pemudi memberi tenaga. Semua manusia bermaruah dan bersifat malu. Setiap orang akan mengutamakan orang lain. Anak yang kecil ditunjukkan kasih sayang, anak yang masih bersekolah jangan tunjuk sayang atau benci manakala terhadap anak yang sudah dewasa, tunjukkan kemesraan dan selalu dijadikan kawan berbincang.

12. Seseorang manusia itu akan dikasihi atau diberi simpati kalau dia kenal dirinya dan pandai meletakkan diri pada tempatnya.

13. Telah menjadi tabiat semula jadi manusia setiap orang sukakan keamanan, kasih sayang, simpati, dibantu, dihormati,dan tidak diganggu. Namun adakalanya manusia itu lupa, bahkan lumrah berlaku perkara yang dia tidak suka itu disebabkan oleh dirinya sama ada secara langsung mahupun tidak. Sebagai contoh, apabila seseorang itu zalim, orang lain akan berdendam dan membuat kacau hingga hilang keamanan. Bila tiada keamanan, penzalim juga turut susah dan terancam. Bila orang kaya bakhil, banyak orang dengki dan sakit hati. Risikonya dia juga ikut sama menanggung. Bila seseorang itu sombong, orang benci. Jika berlaku sesuatu keadaan yang menyusahkannya, orang tidak akan ambil peduli dan orang tidak bersimpati. Jadi, sikap kita itulah adakalanya mengundang bala atau kesusahan. Bolehlah kiaskan dengan sikap-sikap yang lain.
 

“SEBAB” TURUNYA RIZKY DARI ALLAH”

  Oleh: Ki sableng (Padepokan Sekar Putih)

Akhir-akhir ini banyak orang yang mengeluhkan masalah penghasilan atau rizki, entah karena merasa kurang banyak atau karena kurang berkah. Begitu pula berbagai problem kehidupan, mengatur pengeluaran dan kebutuhan serta bermacam-macam tuntutannya. Sehingga masalah penghasilan ini menjadi sesuatu yang menyibukkan, bahkan membuat bingung dan stress sebagian orang. Maka tak jarang di antara mereka ada yang mengambil jalan pintas dengan menempuh segala cara yang penting keinginan tercapai. Akibatnya bermunculanlah koruptor, pencuri, pencopet, perampok, pelaku suap dan sogok, penipuan bahkan pembunuhan, pemutusan silaturrahim dan meninggal kan ibadah kepada Allah untuk mendapatkan uang atau alasan kebutuhan hidup.

Mereka lupa bahwa Allah telah menjelaskan kepada hamba-hamba-Nya sebab-sebab yang dapat mendatangkan rizki dengan penjelasan yang amat gamblang. Dia menjanjikan keluasan rizki kepada siapa saja yang menempuhnya serta menggunakan cara-cara itu, Allah juga memberikan jaminan bahwa mereka pasti akan sukses serta mendapatkan rizki dengan tanpa disangka-sangka.

Diantara sebab-sebab yang melapangkan rizki adalah sebagai berikut:

1. Takwa Kepada Allah

Takwa merupakan salah satu sebab yang dapat mendatangkan rizki dan menjadikannya terus bertambah. Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman, artinya, “Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang tidada disangka-sangkanya.” (At Thalaq 2-3)

Setiap orang yang bertakwa, menetapi segala yang diridhai Allah dalam segala kondisi maka Allah akan memberikan keteguhan di dunia dan di akhirat. Dan salah satu dari sekian banyak pahala yang dia peroleh adalah Allah akan menjadikan baginya jalan keluar dalam setiap permasalahan dan problematika hidup, dan Allah akan memberikan kepadanya rizki secara tidak terduga.
 
Imam Ibnu Katsir berkata tentang firman Allah di atas, “Yaitu barang siapa yang bertakwa kepada Allah dalam segala yang diperintahkan dan menjauhi apa saja yang Dia larang maka Allah akan memberikan jalan keluar dalam setiap urusannya, dan Dia akan memberikan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka, yakni dari jalan yang tidak pernah terlintas sama sekali sebelumnya.”
Allah swt juga berfirman, artinya,
 
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. 7:96)

2. Istighfar dan Taubat

Termasuk sebab yang mendatang kan rizki adalah istighfar dan taubat, sebagaimana firman Allah yang mengisahkan tentang Nabi Nuh Alaihissalam, “Maka aku katakan kepada mereka:”Mohonlah ampun kepada Rabbmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun” niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. 71:10-12)
 
Al-Qurthubi mengatakan, “Di dalam ayat ini, dan juga dalam surat Hud (ayat 52,red) terdapat petunjuk bahwa istighfar merupakan penyebab turunnya rizki dan hujan.”

Ada seseorang yang mengadukan kekeringan kepada al-Hasan al-Bashri, maka beliau berkata, “Beristighfarlah kepada Allah”, lalu ada orang lain yang mengadukan kefakirannya, dan beliau menjawab, “Beristighfarlah kepada Allah”. Ada lagi yang mengatakan, “Mohonlah kepada Allah agar memberikan kepadaku anak!” Maka beliau menjawab, “Beristighfarlah kepada Allah”. Kemudian ada yang mengeluhkan kebunnya yang kering kerontang, beliau pun juga menjawab, “Beristighfarlah kepada Allah.”
 
Maka orang-orang pun bertanya, “Banyak orang berdatangan mengadukan berbagai persoalan, namun anda memerintahkan mereka semua agar beristighfar.” Beliau lalu menjawab, “Aku mengatakan itu bukan dari diriku, sesungguhnya Allah swt telah berfirman di dalam surat Nuh,(seperti tersebut diatas, red)

Istighfar yang dimaksudkan adalah istighfar dengan hati dan lisan lalu berhenti dari segala dosa, karena orang yang beristighfar dengan lisannnya saja sementara dosa-dosa masih terus dia kerjakan dan hati masih senantiasa menyukainya maka ini merupakan istighfar yang dusta. Istighfar yang demikian tidak memberikan faidah dan manfaat sebagaimana yang diharapkan.

3. Tawakkal Kepada Allah

Allah swt berfirman, artinya,
“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. 65:3)
 
Nabi saw telah bersabda, artinya, “Seandainya kalian mau bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, maka pasti Allah akan memberikan rizki kepadamu sebagaimana burung yang diberi rizki, pagi-pagi dia dalam keadaan lapar dan kembali dalam keadaan kenyang.” (HR Ahmad, at-Tirmidzi dan dishahihkan al-Albani)

Tawakkal kepada Allah merupakan bentuk memperlihatkan kelemahan diri dan sikap bersandar kepada-Nya saja, lalu mengetahui dengan yakin bahwa hanya Allah yang memberikan pengaruh di dalam kehidupan. Segala yang ada di alam berupa makhluk, rizki, pemberian, madharat dan manfaat, kefakiran dan kekayaan, sakit dan sehat, kematian dan kehidupan dan selainnya adalah dari Allah semata.

Maka hakikat tawakkal adalah sebagaimana yang di sampaikan oleh al-Imam Ibnu Rajab, yaitu menyandarkan hati dengan sebenarnya kepada Allah Azza wa Jalla di dalam mencari kebaikan (mashlahat) dan menghindari madharat (bahaya) dalam seluruh urusan dunia dan akhirat, menyerahkan seluruh urusan hanya kepada Allah serta merealisasikan keyakinan bahwa tidak ada yang dapat memberi dan menahan, tidak ada yang mendatangkan madharat dan manfaat selain Dia.

4. Silaturrahim / silaturahmi

Ada banyak hadits yang menjelaskan bahwa silaturrahim merupakan salah satu sebab terbukanya pintu rizki, di antaranya adalah sebagai berikut:
 
-Sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, artinya, ” Dari Abu Hurairah ra berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, “Siapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya maka hendaklah menyambung silaturrahim.” (HR Al Bukhari)
 
-Sabda Nabi saw, artinya, “Dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu, Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, “Ketahuilah orang yang ada hubungan nasab denganmu yang engkau harus menyambung hubungan kekerabatan dengannya. Karena sesungguhnya silaturrahim menumbuhkan kecintaan dalam keluarga, memperbanyak harta dan memperpanjang umur.” (HR. Ahmad dishahihkan al-Albani)
 
Yang dimaksudkan dengan kerabat (arham) adalah siapa saja yang ada hubungan nasab antara kita dengan mereka, baik itu ada hubungan waris atau tidak, mahram atau bukan mahram.

5. Infaq fi Sabilillah

Allah swt berfirman, artinya,
“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (QS. 34:39)

Ibnu Katsir berkata, “Yaitu apapun yang kau infakkan di dalam hal yang diperintahkan kepadamu atau yang diperbolehkan, maka Dia (Allah) akan memberikan ganti kepadamu di dunia dan memberikan pahala dan balasan di akhirat kelak.”

Juga firman Allah yang lain,artinya, “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. 2:267-268)

Dalam sebuah hadits qudsi Rasulullah saw bersabda, Allah swt berfirman, “Wahai Anak Adam, berinfaklah maka Aku akan berinfak kepadamu.” (HR Muslim)

6. Menyambung Haji dengan Umrah

Berdasarkan pada hadits Nabi Shalallaahu alaihi wasalam dari Ibnu Mas’ud Radhiallaahu anhu dia berkata, Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, artinya, “Ikutilah haji dengan umrah karena sesungguhnya keduanya akan menghilangkan kefakiran dan dosa sebagaimana pande besi menghilangkan karat dari besi, emas atau perak, dan haji yang mabrur tidak ada balasannya kecuali surga.” (HR. at-Tirmidzi dan an- Nasai, dishahihkan al-Albani).
 
Maksudnya adalah, jika kita berhaji maka ikuti haji tersebut dengan umrah, dan jika kita melakukan umrah maka ikuti atau sambung umrah tersebut dengan melakukan ibadah haji.

7. Berbuat Baik kepada Orang Lemah

Nabi saw telah menjelaskan bahwa Allah akan memberikan rizki dan pertolongan kepada hamba-Nya dengan sebab ihsan (berbuat baik) kepada orang-orang lemah, beliau bersabda, artinya,
“Tidaklah kalian semua diberi pertolongan dan diberikan rizki melainkan karena orang-orang lemah diantara kalian.” (HR. al-Bukhari)

Dhu’afa’ (orang-orang lemah) klasifikasinya bermacam-macam, ada fuqara, yatim, miskin, orang sakit, orang asing, wanita yang terlantar, hamba sahaya dan lain sebagainya.

8. Serius di dalam Beribadah

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu, dari Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, “Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman, artinya, “Wahai Anak Adam Bersungguh-sungguhlah engkau beribadah kepada Ku, maka Aku akan memenuhi dadamu dengan kecukupan dan Aku menanggung kefakiranmu. Jika engkau tidak melakukan itu maka Aku akan memenuhi dadamu dengan kesibukan dan Aku tidak menanggung kefakiranmu.”
 
Tekun beribadah bukan berarti siang malam duduk di dalam masjid serta tidak bekerja, namun yang dimaksudkan adalah menghadirkan hati dan raga dalam beribadah, tunduk dan khusyu’ hanya kepada Allah, merasa sedang menghadap Pencipta dan Penguasanya, yakin sepenuhnya bahwa dirinya sedang bermunajat, mengadu kepada Dzat Yang menguasai Langit dan Bumi.

Dan masih banyak lagi pintu-pintu rizki yang lain, seperti hijrah, jihad, bersyukur, menikah, bersandar kepada Allah, meninggalkan kemaksiatan, istiqamah serta melakukan ketaatan, yang tidak dapat di sampaikan secara lebih rinci dalam lembar yang terbatas ini. Mudah-mudahan Allah memberi kan taufik dan bimbingan kepada kita semua. Amin.

Wassalam



Monday, August 27, 2012


ŲØŲ³Ł… Ų§Ł„Ł„Ł‡ Ų§Ł„Ų±Ų­Ł…Ł† Ų§Ł„Ų±Ų­ŁŠŁ…
Ł†Ų­Ł…ŲÆŁ‡ Łˆ Ł†ŲµŁ„Ł‰ Ų¹Ł„Ł‰ Ų±Ų³ŁˆŁ„Ł‡ Ų§Ł„ŁƒŲ±ŁŠŁ…
KE ARAH MEMBINA PERIBADI INSAN KAMIL
OLEH
USTAZ MUHAMMAD 'UTHMAN EL-MUHAMMADY

Insha Allah dalam nota ini akan dibicarakan secara ringkas pembentukan peribadi yang menunju ke arah insan kamil dalam erti amnya insan yang sempurna keimanannya atau yang paling dekat kepada kesempurnaan dan yang sempurna ketaqwaannya atau yang paling dekat kepada yang sempurna.  Yang benar-benar sempurna keimanan dan ketaqwaannya ialah insan kamil yang sebenarnya, iaitu para nabi dan rasul a.s.s apa lagi kemuncak insan kamil dalam alam ini iaitu Nabi Muhammad s.a.w.  Maka akan dibicarakan peribadi manusia, kejadiannya, pembentukannya, faktor-faktor yang menguatkannya dan meruntuhkannya, serta akhir-akhirnya ciri-cirinya insan yang sempurna.  Dengan itu tercapailah kedudukannya yang dicadangkan untuknya sebagai benar-benar khalifah Tuhan di bumiNya dan juga hambaNya, yang mendapat “hasanah” dalam dunia dan “hasanah” dalam akhirat.

Kejadian insan
Insan kata nama yang datang dari “nisyan”, iaitu kelupaan, kerana padanya ada sifat lupa selepas ia ingat.  Maka datanglah wahyu dan agama Islam untuk memberi peringatan kepadanya supaya ia ingat kembali kedudukanya sebagai hamba Tuhan dan khalifahNya.  Maka wahyu yang datang untuk “mengingatkan kembali” hakikat kedudukannya itu dinamakan “al-dhikrul-hakim”, iaitu Peringatan Yang Penuh dengan Hikmah Kebijaksanaan.  Atau ada pendapat yang menyatakan bahawa kata nama bagi dirinya itu datang dari ”uns”, kejinakan, iaitu kejinakan dengan Tuhan.  Maka insan yang sebenarnya yang kekal dengfan kemanusiaannya ialah yang jinak dengan Tuhan yang “liar” denganNya adalah orang yang telah “meletakkan jawatan”nya menjadi manusia. 
Tetapi oleh kerana kedudukan sebagai manusia itu tidak boleh diletakkan “jawatannya”, ia menukarkan kedudukannya kepada kedudukan menjadi “khalifah” Syaitan.  Dijauhkan Allah.  Maka didatangkan agama untuk mentautkannya kembali kepada Tuhan melalui akalnya, yang datang dari kata kerja “aqala” yang memberi pengertian “mengikat” iaitu “mengikatkannya kembali” kepada Tuhannya.  Maka fungsi akal yang tertinggi ialah untuk “mengikat kembali” insan ini kepada Tuhan Yang menjadikannya.
Kejadian insan ialah terdiri daripada jasmaninya, disebut sebagai “badan”, atau “jasad” terdiri daripada unsur-unsur alam kebumian, "the elements of the earth".  Dengan itu jadilah ianya makhluk yang bertubuh badan dengan tuntutan-tuntutannya yang perlu ditunaikan dalam hubungan dengan kejadian itu.
Ada padanya pula “roh”, yang datang dari sisi Tuhan, dari alam Perintah Tuhan, “Alam al-Amr”.  Ini yang membentukan insaniah baginya.  Dalam ayat yang bermaksud “dan Aku tiupkan ke dalamnya sesuatu dari Roh ciptaanKu, maka sujudlah kamu wahai para malaikat kepadanya sebagai sujud penghormatan” maka sujudlah para malaikat melainkan Iblis.  Kemuliaan insan sebagai khalifah Tuhan dan hambaNya datang daripada “hembusan Roh dari ciptaan Tuhan” ini.  Kewujudan roh dari alam Amr inilah yang menjadikannya boleh memahami keimanan, kebenaran, dan lain-lain hakikat dalam ajaran agama.  Kewujudan roh padanya menuntut atasnya amalan-anmalan rohaniah yang menyegar dan menguatkannya dengan keimanan, sembahyang, zikir, tafakur, muraqabah atau penelitian rohani dan seterusnya.
Insan mempunyai nafs dalam erti “jiwa” dalam Bahasa Melayu atau “soul” dalam bahasa Inggeris.  Ianya berupa diri insan yang batin yang merupakan hakikat dirinya.kalau ini menjadi baik dari segi rohani dan akhlak, baiklah peribadinya, kalau rosak maka rosaklah seluruh dirinya. 
Dalam Qur’an terdapat kenyataan yang bermaksud “Demi jiwa serta penyempurnaannya; maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya.  Maka sesungguhnya berjayalah orang yang membersihkan jiwanya dan rugi atau gagallah orang yang mengotorkannya” (Surah ash-Shams: Ayat 7-10).  Jiwa itu juga disebutkan sebagai hati sebagaimana yang ada dalam "Ihya" oleh Imam al-Ghazali rd. 
Dalam hadith terdapat kenyataan yang bermaksud “Tidakkah sesungguhnya ada dalam diri anak Adam seketul daging - dari segi rohaninya selain daripada seketul daging segi fisikalnya - apabila baik maka baiklah seluruh jasad atau dirinya dan apabila rosak maka rosaklah seluruh dirinya, iaitu hati, yang merujuk kepada jiwanya”. 
Maka ajaran agama datang dengan jalan-jalan untuk diikuti oleh manusia supaya ia mencapai kedudukan sebagai insan yang sempurna melalui pembersihan jiwanya daripada sifat-sifat yang kotor atau jahat dan keji dari segi akhlaknya.  Ini terdapat dalam faham nilai atau aksiologi Ahlis-Sunnah wal-jamaah sebagaimana yang boleh dilihat dalam teks-teks yang muktabar dalam bidang ini seperti “Ihya’ ‘Ulumiddin” oleh Imam al-Ghazali rd dalam bahasa Arab dan “Siyar as-Salikin” karangan Syaikh ‘Abd al-Samad al-Falimbani rh dalam Bahasa Melayu.
Dalam diri insan, dengan adanya “roh” yang ditiupkan itu adalah akal padanya.  Akal itu menyebabkan insan boleh mengenal apa itu kebenaran, apa itu kepalsuan, apa itu kebaikan dan apa itu kejahatan.  Dengan adanya neraca pengenal - mudrik - itu maka insan mampu boleh mengenal ketegori-kategori ilmu yang berupa potensi yang datang dari maksud ayat tentang kejadian Adam bahawa - maksudnya - “Allah mengajarkan kepada Adam segala nama.”  Maka datanglah agama membawa kebenaran-kebenaran untuk menjadi “isi” bagi akal ini.  Dan jalan mengenal kebenaran ini atau jalan ilmu ini bermula dengan kebenaran yang tertinggi yang bermakna “Bahawa tidak ada tuhan yang disembah dengan sebenarnya melainkan Allah” yang merupakan seluruh kebenaran tentang Tuhan dan “bahawa Nabi Muhammad s.a.w. adalah pesuruh Allah” yang merupakan seluruh kebenaran tentang kehidupan dan alam seluruhnya. 
Dengan memahami kebenaran ini yang menjadi dasar bagi seluruh kebenaran tentang kehidupan dan hidup dengan menghayati semua ini dengan segala pen'detail'an yang timbul daripadanya maka insan mencapai kesempurnaan pada diri dan kehidupannya dan bahagialah ia di dunia dan akhirat dengan mencapai “hasanah” pada kedua-duanya.  Allahumma amin.

Tiga Jenis Faham Yang Asasi
Insan akan mencapai kesempurnaannya - dengan izin Ilahi - bila ia memahami faham alam dan kehidupan yang betul, dalam falsafah dipanggil “worldview”, faham ilmu atau epistemologi yang tepat dan faham nilai atau aksiologi yang benar dan betul.  Pemahaman perkara yang tiga yang pokok ini, keyakinan terhadapnya dan penghayatannya membawa kepada keselamatan dan kesempurnaan.

1.    Faham alam atau kehidupan:
Ertinya ia memahami alam ini dengan semua manifestasinya bermula dari alam galian sampai kepada haiwan, manusia, dan alam kerohanian dengan arash dan kursinya serta sekalian malaikatnya dengan syurga dan nerakanya adalah ciptaan Allah yang menunjukkan kekuasaan, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatanNya.
Allah dengan Sifat-SifatNya, dengan Adanya, SediakalaNya, KekalNya, Bersalahan dengan makhlukNya, Berdiri SendiriNya, KeesaanNya, dengan hayatNya, IlmuNya, Qudrat atau KuasaNya, KehendakNya, MendengarNya, MelihatNya, Berkata-KataNya.Dengan Keadaan hayatNya, Keadaan BerilmuNya, Keadaan BerkuasaNya, Keadaan BerkehendakNya, Keadaan mendengarNya, Keadaan melihatNya, dan Keadaan Berkata-kataNya.
Ia dengan Sifat Maha PenciptaNya, Maha MenjagaNya, Mengadakan dan MentiadakanNya.  Sifat-Sifat Jalal atau Maha IndahNya, Maha Hebat atau JalalNya, Maha Senmpurna atau KamalNya.
Ia menjadikan segalanya yang membayangkan sifat-sifatNya yang Maha Indah, Maha Hebat dan Maha SempurnaNya.
Alam dijadikan untuk berkhidmat bagi kepentingan manusia sebagai khalifah dan hambaNya.  Alam sebagai tempat ujian manusia dan memberilatihan kehidupan yang sempurna.  Insan seolah-olah seperti pedang dan alam sebagai batu pengasahnya, sebagaimana yang ada tersebut dalam Yavid Namah oleh Iqbal rh.
Insan dijadikan sebagai khalifah Tuhan supaya ia mengimarahkan alam dengan menjalankan perintah-perintahNya dan membina tamadun berdasarkan kepada prinsip-prinsip dan nilai-nilaiNya. Diutuskannya para rasul dan nabi sebagai insan-insan yang sempurna bagi mennyampaikan kebenaran-kebenaran dan menjalankannya dalam kehidupan umat manusia.  Selamat dan berbahagialah manusia yang menerimanya dan binasalah manusia yang menolaknya.
Alam benda ini dengan segala manifestasinya akan berakhir dan akan datang alam yang kekal abadi dengan dua keabadiannya, syurga bagi mereka yang berbahagia dan neraka, dijauhkan Allah, bagi mereka yang celaka.  Di sana berlakulah hisab amalan yang menentukan kedudukan manusia yang terakhir. 
Maka hayat  insan berakhir dengan keabadian, dan ia diciptakan untuk keabadian bukan untuk kemusnahan. Walau apapun yang diajarkan oleh pemikiran pascamodenisme dengan penafian meta-naratifnya, penapian nilai mutlaknya dan pengisbatan nilai nisbinya, dengan insan biologisnya sahaja - yang bukan lagi insan sebenarnya - dengan pengaburan antara imej dan realitinya - kebenaran hakiki ini akan kekal dan terus menerus ada dan tidak akan hilang selagi insan adalah insan. Vincit omnia veritas. Kebenaran mutlak akan memberi kata putus akhirnya.
Faham alam inilah yang menjadi rangka kehidupan insan di bumi dengan peradaban dan kehidupannya.  Inilah yang menentukan budayanya, sebagai budaya adalah ”lived world-view” atau faham alam yang dihayati.

2.    Faham nilai
Yang menyelamatkan manusia dan menjayakannya membina peribadi insan kamil dalam erti yang disebutkan ialah faham nilai yang sebenarnya.  Nilai ialah prinsip atau hakikat yang menentukan harga atau nilai dan makna bagi sesuatu.  Dalam perekonomian penentu nilai ialah emas atau apa yang ditentukan di dalam bidangnya.  Dalam kehidupan akhlak manusia yang menentukan nilai manusia dan harga diri dan amal serta sikapnya ialah prinsip-prinsip tertentu seperti kebenaran, kebaikan, kesetiaan, keadilan, persaudaraan, ketulusan dan keikhlasan, kesungguhan dalam kebenaran, persaudaraan, keprihatinan, kerahiman, dan yang sepertinya
Ada nilai-nilai terakhir - ultimate values - dan ada nilai-nilai yang berupa wasilah atau nilai instrumental. Nilai iman adalah terakhir, demikian nilai kebenaran, kasih, juga kebahagiaan yang hakiki - berbeza daripada keseronokan (pleasure).  Nilai-nilai kesungguhan, ketertiban dan disiplin, menjaga masa adalah nilai-nilai wasiah demi mencapai yang lain yang lebih tinggi.
Akhirnya, semua nilai dan prinsip berpunca bagi si mukmin dari al-Asma’ al-Husna yang merupakan kemuncak segala keindahan, kehebatan dan kesempurnaan.  Manusia dituntut mewujudkan nilai-nilai yang berpunca dari al-asma itu dalam dirinya setakat yang termampu olehnya sebagai hamba Tuhan dan khalifahNya.
Bila nama Allah adalah al-Haq, Kebenaran, maka ia mesti menjadikan kebenaran matlamat hidupnya dan peribadinya.  Bila Allah al-‘Alim, Maha Mengetahui, ia mesti berusaha supaya ia menjadi mu’min yang bersifat dengan sifat ilmu dan bukan jahil. Bila Allah adalah al-‘Adlu, ia mesti menjadi seorang mukmin yang adil yang meletakkan sesuatu pada tempatnya berdasaran ilmu dan adab. Bila Allah ar-Rahim, Maha Mengasihani, ia mesti bersifat kasihan belas kepada makhluk Allah. 
Bila Allah al-Latif, Maha Lemah Lembut dan mengetahui yang halus-halus dan rumit-rumit, si mukmin mesti membina peribadi yang bersifat dengan sifat lemah lembut dan berilmu tentang apa-apa yang halus-halus dan rumit dalam ilmu setakat yang terdaya olehnya dengan Izin Allah.  Bila Allah al-Qawiyy, Maha Perkuasa, Berkuasa, ia mesti membina peribadinya supaya berperibadi kuat dan teguh dari segi imannya, yakinnya, akhlaknya, inteleknya, iradat dan azamnya, dan jangan tunduk kepada Iblis dan kejahilan. Demikian seterusnya.  Demikian pula dalam hidup berkeluarga dan bermasyarakat.  Hidup si mukmin mesti berpaksikan Allah. He must be God-centred.
Mereka yang terbentuk peribadinya mengikut nilai yang betul dan tepat terdiri daripada anbiya', siddiqin, shuhada', dan salihin- para nabi, ahli kebenaran, mereka yang syahid dan orang-orang yang salih yang hidupnya mengikut ajaran Ilahi dan nilai-nilai yang diajarkanNya.  Akhirnya nilai-nilai yang mulia dan murni itu menjadi “mode of being” yang sempurna.

3.    Faham ilmu atau Epistemologi Sunni:
Apa itu ilmu?  Pada al-Baqqillani rh dalam at-Tamhid ilmu ialah mengetahui apa yang maklum mengikut hakikat yang sebenarnya.  Mengetahui yang maklum mengikut yang sebenarnya itulah ilmu.  Kalau tidak mengikut yang sebenarnya itu kejahilan.  Dan mengetahui itu hendaklah dengan berbukti dan dalil.  Dan ianya jangan hanya sangkaan, sebab sangkaan bukan bertaraf ilmu.
Dari mana punca ilmu? Punca tertinggi ilmu ialah wahyu, kenabian (nubuwwah), ilham yang murni (bagi mereka yang arif), pengamatan akal, sensasi dari pancaindera.
Sensasi dari pancaindera perlu dipertimbangkan dengan akal yang sejahtera dan dibantu dengan percubaan atau penyiasatan.  Punca ilmu ialah riwayat yang mutawatir yang puncanya terlalu amat banyak sehingga tidak mungkin ianya tersilap.
Ilmu tentang fakta-fakta alam lahir berdasarkan kepada pemerhatian pencaindera, pencerapan, pengecaman, percubaan, dan penganalisaan akal fikiran serta penghimpunan data-datanya.  Bermula dengan data menjadi sistem ilmu, dengan huraian-huraian sistemnya, dari ilmu meningkat kepada kebijaksanaan (wisdom) yang berupa kebenaran yang kekal teruji yang betul dan benar dan berfaedah selamanya.
Ilmu tentang alam yang mengatasi alam lahir berdasarkan kepada wahyu, nubuwwah, dan bagi mereka yang arif berdasarkan kepada penyaksian mata hati dari kurnia Ilahi.
Apakah matlamat atau tujuan ilmu?  Ilmu tentang Tuhan ialah untuk menjadikan insan mengenal Tuhannya, kemudian meyakininya sebagai iman yang tidak ada syak dan ragu lagi, kemudian mungkin dengan kurnia ia mendapat penyaksian dengan pemandangan matahatinya (al-basirah).  Ilmu ini menjamin kebahagian hakiki manusia dan berupa tempat terakhir baginya.
Ilmu tentang akhirat menjadikan manusia yakin tentangnya dan memberi matlamat dan nilai terakhir hidupnya, dan kemudian mungkin ia dikurniakan penyaksian batin tentang kebenarannya dengan al-basirahnya; ianya menjadi peta tempat penghabisan yang dituju dalam hidupnya.  Tempat kembali terakhir baginya (al-ma’ad).  Segala sesuatu kembali kepada nilai terakhirnya - ultimate value - berhubungan dengan alam sempurna ini.
Ilmu tentang tugas-tugas rohaniahnya supaya ia menjalankan pengabdian rohaniah terhadap Tuhannya yang menjadikan semuanya terpusat kepada pusat kerohanannya, sebagaimana yang dinyatakan dalam doa iftitah bermaksud ”Sesungguhnya sembahyangku, pengorbananku, hidupku dan matiku adalah bagi Allah Tuhan yang mentadbir sekelian alam”.  Dalam perspektif ini seluruh aktiviti hidup menjadi lagu merdu pengabdian yang membahagiakan dan menyelamatkan.
Ilmu tentang nilai-nilai utama (al-fada’il) bagaimana kelebihan-kelebihan sifat-sifat itu, apa faedah-faedahnya, apa peranannya dalam menentukan kesempurnaan manusia, apa sahamnya dalam menentukan kebahagian manusia, apa kebinasaan lawannya, demikian seterusnya, sejauh mana ianya merupakan pengembalian kepada fitrah asal manusia, akhirnya ianya menimbulkan hal bagi diri, dan kemudia membuahkan amalan yang baik. 
Akhirnya ianya menjadi mode of being yang sempurna bagi insan yang sempurna.  Di situ sifat-sifat itu menjadi cara hidup sebati dengannya sebagaimana sifat terbang pada burung di angkasa dan sifat berenang pada ikan dalam air.  Maka tercapailah risalah kedatangan Nabi s.a.w. ke dunia "untuk menyempurnakan akhlak yang mulia bagi umat manusia".  Maka sifat benar misalnya bukan hanya diketahui sebagai ilmu dengan kelebihan-kelebihannya, tetapi dicapai dan dialami nilai kebenaran itu dalam dirinya, jiwa dan akal serta iradatnya; dengan itu ia mengamalkan sifat benar dalam perbuatannya.  Dengan itu kebenaran menjadi mode of being bagi dirinya.
Ilmu dan maklumat serta kebijaksanaan tentang hidup lahir dalam hubungan dengan sejarah, bahasa, kehidupan kolektif, data saintifik yang berfaedah, adalah pembantu dalam menolong manusia hidup dengan selesa dan bermaruah di dunia dalam membina peradaban yang “God centred” sebagai khalifahNya dan hambaNya di dunia.  Pembangunan yang berdasarkan kepada prinsip dan nilai-nilai yang “God centred” - terpusat kepada Tuhan akan menjamin berlakunya “sustainable development” atau pembangunan yang mampu meneruskan keberadaan alam sekitar dengan tenaga-tenaga dan kekayaannya dalam proses membangunan itu.
Dalam pembangunan demikian alam bukan hanya menjadi bahan untuk kegunaan manusia tetapi terdapat ‘ibrah padanya yang ia mendapat pengajaran rohani dan kebenaran daripadanya.

Sifat-sifat manusia sempurna:
Sifat-sifatnya terdiri daripada beberapa ciri:
·       Keimanan
·       Ketaqwaan
·       Keadaban
·       Keilmuan
·       Kemahiran
·       Ketertiban
·       Kegigihan dalam kebaikan dan kebenaran
·       Persaudaraan
·       Persepakatan dalam hidup
·       Perpaduan dalam umah
Ciri-ciri inilah yang menjamin manusia menjadi sempurna dan mencapai hasanah dalam dunia dan hasanah dalam akhirat.

Cara-cara mencapainya:
Antaranya ialah dengan
·       ilmu
·       taubat dengan syarat-syaratnya
·       mengelak daripada yang menyebabkan penyelewengan terdiri daripada nafsu dengan mengawalnya - masyarakat dengan mendisiplinkan pergaulan - harta dengan mengambilkan yang halal dan membelanjakan dalam perkara halal berserta dengan berhemat - syaitan dengan mengawal diri supaya tidak taat kepadanya.
·       berjaga-jaga supaya amalan tidak binasa oleh niat-niat yang merobohkannya seperti ria digantikan dengan ikhlas, keadaan tergesa-gesa digantikan dengan sabar, tidak cermat digantikan dengan sifat cermat
·       menyelamatkan diri daripada kelesuan dengan mengamalkan sifat harap dan takut - harap Allah akan menerima amalan dan menyelamatkan kita - dan takut kalau-kalau Allah tidak mengampiuni kita dan menerima amalan kita
·       mengamalkan sifat puji dan syukur dalam hidup samaada terhadap Allah juga terhadap makhluk yang menjadi wasilah atau perantara sampainya ni’mat Allah kepada kita. Puji dan syukur itu berlaku melalui hai -denag merasa gembira dan syukur terhadap ni’mat Allah ke atas kita - dengan lidah mengucapkan kesyukuran, al-hamdulillah, serta dengan anggota dalam erti apa yang adapada kita dan diri kita sendiri kita perlakukan dalam amalan-amalan yang diredhai oleh Allah.
    Allahumma amin.
 Kesimpulan:
Demikianlah, sebagai kesimpulannya, boleh dinyatakan hakikat kejadian manusia, syarat-syarat kesempurnaan dan kebahagiaannya, faktor-faktor yang menggagalkan hidupnya, dan langkah-langkah untuk mencapai kebahagiaan dan kesempurnaan sebagai hamba Tuhan dan khalifahNya.  Mudah-mudahan kita berjaya mencapai matlamat hidup kita sebenarnya.

Allahumma amin. Wallahu a’lam.