http://www.eramuslim.com/oase-iman/miftah-alaflah-kerja-seorang-muslim.htm
Oleh Miftah Alaflah
Membaca cerpen fenomenal "Robohnya Surau Kami" karya A.A. Navis seperti mendapatkan sentilan halus, bahwa ada kewajiban yang kurang, yang belum dilakukan sebagai seorang muslim.
Bercerita tentang kisah tragis matinya seorang Kakek penjaga surau -masjid berukuran kecil- di kota kelahiran tokoh utama cerpen itu.
Seorang Kakek bernama haji saleh, meninggal dengan menggorok lehernya sendiri setelah mendapat cerita dari Ajo Sidi -Si Pembual- tentang seorang tokoh dalam cerita buatannya yang juga bernama Haji Saleh, yang masuk neraka walaupun pekerjaan sehari-harinya beribadah di Masjid, persis yang dilakukan oleh si Kakek. Haji Saleh dalam cerita Ajo Sidi adalah orang yang rajin beribadah, semua ibadah dari A sampai Z ia laksanakan, dengan tekun. Tapi, saat "hari keputusan", hari ditentukannya manusia masuk surga atau neraka, Haji Saleh malah dimasukkan ke neraka.
Haji Saleh memprotes Tuhan, mungkin dia alpa pikirnya. Tapi, mana mungkin Tuhan alpa, maka Tuhan menjelaskan alasan memasukannya ke neraka :
"kamu tinggal di tanah Indonesia yang mahakaya raya, tapi, engkau biarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu teraniyaya semua. Aku beri kau negeri yang kaya raya, tapi kau malas, kau lebih suka beribadat saja, karena beribadat tidak mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang".
Merasa tersindir dan tertekan oleh cerita Ajo Sidi, akhirnya Si Kakek memutuskan bunuh diri.
Tentu saja cerita ini adalah cerita fiksi. Tapi kisah ini membawa pesan yang dalam bagi kita semua, bahwa kerja-kerja kita sebagai muslim tidak berhenti hanya sampai di situ : beribadah. beribadah tentu sebuah kewajiban. Tapi berkeyakinan bahwa kewajiban kita sebagai muslim hanya beribadah saja adalah sebuah kekeliruan. Tanpa memikirkan orang lain, tanpa memikirkan masyarakat, tanpa memikirkan umat, tanpa memikirkan negara.
Sebab perspektif berfikir yang demikian sama saja dengan kapitalis, berorientasi untuk kepentingan pribadi. Hanya saja pada tempat yang berbeda. Karena itu kita sepakat, bahwa sebaik-baik di antara kita adalah yang paling bermanfaat bagi saudaranya yang lain, yang memberikan pengaruh.
Sejarah membuktikan, bahwa umat ini tegak berdiri di kalangan orang-orang seperti Khalid bin Walid yang bukan hanya taat beribadah tapi juga memberikan sumbangan besar dalam militerisasi islam pada zamannya, atau Zaid bin Tsabit yang bukan hanya tidak pernah meninggalkan shalat tahajud tapi juga memiliki kapasitas keilmuan tinggi sehingga dipercaya sebagai penulis Alquran. Atau Umar bin Khattab yang bukan hanya sering menangis mengingat dosa-dosanya tapi juga seorang pemimpin ulung. Persia, Mesir, Syam, Irak, Burqah, Tripoli bagian barat, Azerbaijan, Jurjan, Basrah dan Kufah takluk di bawah kepemimpinannya.
Itulah mengapa di dalam banyak ayat, kita menemukan kata amanu -beriman- selalu diikuti dengan kata amal -bekerja-, sebagai upaya nyata mempertanggungjawabkan iman.
"dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang beriman dan melakukan kerja-kerja kebaikan" Al baqarah : 25. Vertikal dan horizontal.
Karena sejatinya agama ini diturunkan oleh Allah, kata Fathi Yakan -seorang tokoh revolusioner-, untuk ditegakkan di muka bumi, ia tidak hanya berisi tuntunan individu manusia dalam menjalin hubungan dengan Tuhannya dalam aktivitas ibadah ritual saja, namun juga berisi sistem kehidupan untuk menjadi panduan bagi seluruh umat manusia dalam menata kehidupan.
Agama ini akan meraih masa depan cemerlang di tangan orang-orang yang memiliki semangat kerja-kerja kebaikan, semangat membangun, semangat untuk melakukan perubahan.
Bukankah "Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kalian yang beriman dan melakukan kerja-kerja kebaikan, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridhai". An nur : 55
A.A. Navis di zamannya menghadapi realita orang-orang seperti Haji Saleh. kita di zaman kita pun menghadapi Haji-haji saleh baru, bahkan lebih banyak lagi, atau jangan-jangan kita sendiri?
http://miftahalaflah.blogspot.com/
No comments:
Post a Comment