Tuesday, May 1, 2012

Nada Ash-Shubhi

Merekalah Mutiara di Dunia

Oleh: Nada Ash-Shubhi
Kirim Print
dakwatuna.com – Anak adalah metamorfosis dari darah dan daging sang ibu, yang lahir dari sebuah kesepakatan. Cinta ini adalah campuran darah dan ruh. Ketika seorang ibu menatap anaknya yang sedang tertidur lelap, ia akan berkata di akar hatinya: itu darahnya, itu ruhnya! Tapi ketika ia memandang anaknya sedang merangkak dan belajar berjalan, ia akan berkata di dasar jiwanya: itu hidupnya, itu harapannya, itu masa depannya! Itu silsilah yang menyambung kehadirannya sebagai peserta alam raya.” (Anis Matta)

Saat dua insan yang telah Allah tentukan untuk menjadi satu, maka saat itu pula kehidupan demi kehidupan terlahir. Membuat kesepakatan untuk membangun peradaban bersama-sama. Menghimpun jiwa yang terpisah menjadi satu keluarga utuh. Orang tua yang kita kenal dengan kata ayah dan ibu. Merupakan metamorfosa dari generasi ke generasi yang melahirkan generasi selanjutnya. Ayah dari ayahnya dan ibu dari ibunya, anak dari orang tuanya dan orang tua dari anaknya. Ada kedudukan yang sangat besar dan mulia yang Allah berikan kepada keduanya.

“Dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah “wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil” (QS. Al Isra: 23-24)

Teringat sebuah kisah tentang sepohon apel dan seorang anak yang setiap hari mereka menghabiskan waktu untuk bermain bersama. Saat itu anak itu masih sangat lucu-lucunya dan senang akan tantangan. Kemudian anak kecil itu bermain dengan sepohon apel. 

Waktu demi waktu mereka lalui hingga suatu ketika anak itu tumbuh menjadi seorang anak dewasa. Anak itu kemudian menghilang dari pandangan pohon apel, pohon apel merasa merindukan anak itu. Lambat laun anak itu kembali ke sana, pohon itu merasa senang “ayo kita bermain lagi” ucap si pohon. “aku sedang sedih” sahut si anak dewasa itu dengan muka murung. “aku sedang membutuhkan uang. Kemudian si pohon apel menjawab “saya tidak punya uang, tapi kamu bisa ambil semua buah apelku dan kamu jual, itu akan memberikan kamu uang. “benarkah?” si anak dewasa itu menyahut dengan girang. Kemudian si anak itupun memetik buah-buah apel yang ada. Semenjak itu anak tadi menghilang kembali dari pandangan si pohon apel. Pohon apel merasa sedih kembali. 

Beberapa waktu anak itu kembali datang dengan keluhan yang berbeda yaitu dia ingin membuat rumah, hingga singkat cerita si pohon apel mempersilakan si anak untuk menebang dahan dan batangnya untuk dibuatkan rumah. Pun hal sama dilakukan si anak, setelah mendapatkan yang diinginkan ia pergi dan menghilang. Akan tetapi ia selalu datang kembali ke pohon apel, hingga ia menebang batangnya yang tersisa untuk membuat perahu pelayaran. Pergi dan datang seiringan waktu hingga ia merasa lelah dan tua. Datang kepada pohon apel. Sambil berkata “saya sudah tua dan ingin beristirahat”. Si pohon apel pun yang tersisa akarnya itu mempersilakan anak tadi istirahat di akarnya.

Kisah ini ibarat orang tua kita yang tidak pernah mengeluhkan kondisinya untuk kebahagiaan dan kebutuhan sang anak, bahkan mereka rela dirinya harus mengorbankan apa yang mereka punya. Hingga waktu mempersilakan untuk beristirahat. Sangat sedih sekali sekiranya kita hanya menjadikan orang tua kita sebagai alat pemenuh kebutuhan saja, saat butuh kita datang dan saat tidak terlalu butuh kita pergi. Mari kita jaga orang tua kita. Karena sungguh syurga itu ada di telapak kaki orang tua (ibu).

Wallahu’alam

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/05/20086/merekalah-mutiara-di-dunia/#ixzz1tdD4WIVC

No comments:

Post a Comment